Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement
898

Serat Centhini, Kamasutra versi Jawa yang Mengupas Posisi Bercinta

Doddy Handoko , Jurnalis-Sabtu, 10 Juli 2021 |07:27 WIB
Serat Centhini, Kamasutra versi Jawa yang Mengupas Posisi Bercinta
Ilustrasi.(Foto:Dok Okezone)
A
A
A

Ranggasutrasna bertugas menjelajahi pulau Jawa bagian timur, Yasadipura II bertugas menjelajahi Jawa bagian barat, serta Sastradipura bertugas menunaikan ibadah haji dan menyempurnakan pengetahuannya tentang agama Islam.

R.Ng. Ranggasutrasna yang menjelajah pulau Jawa bagian timur telah kembali terlebih dahulu, karenanya ia diperintahkan untuk segera memulai mengarang. Dalam prakata dijelaskan tentang kehendak sang putra mahkota, bersangkala Paksa suci sabda ji.

Setelah Ranggasutrasna menyelesaikan jilid satu, datanglah Yasadipura II dari Jawa bagian barat dan Sastradipura (sekarang juga bernama Kyai Haji Muhammad Ilhar) dari Mekkah. Jilid dua sampai empat dikerjakan bersama-sama oleh ketiga pujangga istana.

Setiap masalah yang berhubungan dengan wilayah barat Jawa, timur Jawa, atau agama Islam, dikerjakan oleh ahlinya masing-masing.

Pangeran Adipati Anom kemudian mengerjakan sendiri jilid lima sampai sepuluh. Penyebab Pangeran Adipati Anom mengerjakan sendiri keenam jilid tersebut diperkirakan karena ia kecewa bahwa pengetahuan tentang masalah sanggama kurang jelas ungkapannya, sehingga pengetahuan tentang masalah tersebut dianggap tidak sempurna.

Setelah dianggap cukup, maka Pangeran Adipati Anom menyerahkan kembali pengerjaan dua jilid terakhir (jilid sebelas dan duabelas) kepada ketiga pujangga istana tadi. Akhirnya kitab Suluk Tambangraras atau Centhini tersebut selesai dan jumlah lagu keseluruhannya menjadi 725 tembang.

Sangkala Serat Centhini, yang nama lengkapnya adalah Suluk Tambangraras, berbunyi paksa suci sabda ji yang berarti tahun 1742 tahun Jawa atau 1814 Masehi, berarti masih dalam masa pemerintahan Sunan Pakubuwana IV, atau enam tahun menjelang dinobatkannya Sunan Pakubuwana V. Raja,

Pakubuwana IV mulai bertahta pada tahun 1741 (Jawa), sedangkan Pakubuwana V mulai bertahta pada tahun 1748 (Jawa).

Yang dijadikan sumber dari Serat Centhini adalah kitab Jatiswara, yang bersangkala jati tunggal swara raja, yang menunjukkan angka 1711 (tahun Jawa, berarti masih di zaman pemerintahan Sunan Pakubuwana III).

Tercipta karya setebal 4.000 halaman, yang terbagi 12 jilid. Beberapa jilid di antaranya memuat ajaran erotika yang dibalut dengan mistisisme Islam dan Jawa.

Satu diantara bagian bercerita tentang Cebolang, laki-laki muda dengan paras elok rupawan yang lari dari rumah orangtuanya karena menilai dirinya berdosa besar.

Cebolang dikenal sebagai pemuda yang tidak baik pekertinya. Ia pergi meninggalkan Padepokan Sokayasa dengan membawa 4 orang santri yang bernama Saloka, Kartipala, Palakarti, dan Nurwitri. Dalam pelariannya, dia melakukan hubungan seksual dengan orang yang berbeda.

Disela-sela cerita juga diselipkan beragam pengetahuan dan nasihat agama yang didapatkan oleh Cebolang dari para kyai dan kaum pinisepuh (orang yang dituakan) di sepanjang perjalanannya.

Centhini juga mengulas tentang posisi bercinta. Memijat tubuh, dalam Tembang 81 diceritakan Amongraga memijit telapak kaki Tambangraras sebelum bercinta.

Berikutnya mandi dulu. Sebelum melakukan hubungan intim disarankan untuk membersihkan diri dengan cara mandi.

Berangkulan, dalam tembang 22 dituliskan pasangan pria dan perempuan duduk berhadapan. Wanita menundukkan kepala seakan menawarkan diri untuk dipijat lehernya, sementara sang pria maju memeluknya hingga merebahkan pasangan ke tempat tidur dengan perlahan.

Berpakaian minim, dituliskan pesona perempuan tanpa busana menggoda pasangannya dengan duduk di pinggir ranjang. Mendesah. Desahan seorang perempuan saat di ranjang akan menambah fantasi pria untuk melakukan penetrasi.

(Sazili Mustofa)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement