KABUL - Harga opium di Afghanistan melonjak semenjak Taliban berkuasa. Para pedagang tetap menjualbelikannya meski diharamkan dalam Islam. Mereka mengaku tak punya pilihan lain sebagai sumber penghasilan.
Berikut fakta-fakta masifnya penjualan opium di Afganistan:
1. Harga Opium Meroket
Akhir-akhir ini bahwa ekonomi Afghanistan sedang berada di ambang kehancuran. Namun, di sisi lain, sejumlah pedagang di pasar opium di Afghanistan Selatan mengatakan harga barang-barang mereka telah meroket sejak Taliban berkuasa.
Sambil memasukkan pisaunya ke dalam kantong plastik besar berisi empat kilogram (sembilan pon) yang tampak seperti lumpur cokelat, Amanullah, yang meminta untuk menggunakan nama palsu, mengeluarkan segumpal dan meletakkannya di cangkir kecil yang digantung di atas api primus.
Resin opium dengan cepat mulai mendidih dan mencair, dan dia dan rekannya Mohammad Masoom dapat menunjukkan kepada pembeli bahwa opium mereka murni.
"Itu haram (dilarang) dalam Islam, tapi kami tidak punya pilihan lain," kata Masoom, di pasar di dataran gersang Howz-e-Madad, di provinsi Kandahar.
2. Meningkat Tiga Kali Lipat di Eropa
Sejak Taliban menyerbu Kabul pada 15 Agustus lalu, harga opium yang diubah menjadi heroin baik di Afghanistan, Pakistan ataupun Iran telah meningkat lebih dari tiga kali lipat di pasar Eropa.
Masoom mengatakan penyelundup sekarang membayarnya 17.500 PKR (Rp1,4 juta) per kilogram. Di Eropa ia memiliki nilai jalanan lebih dari USD50 (Rp713.000) per gram.
Diketahui harga sebelum pengambilalihan Taliban hanya sepertiga dari apa yang bisa dia hasilkan hari ini.
Baca juga:Â Penjual Mie Ini Ketahuan Bubuhkan Narkoba ke Dagangannya Agar Pelanggan Ketagihan
Selain itu, berbicara kepada AFP di ladangnya beberapa kilometer jauhnya, seorang petani opium Zekria menegaskan bahwa harga telah meroket.
Dia mengatakan opiumnya lebih terkonsentrasi dan karena itu kualitasnya lebih baik daripada milik Masoom dan Amanullah karena bunganya dipetik pada awal musim panen.
Dia mengatakan sekarang mendapat lebih dari 25.000 PKR (Rp2 juta) per kilo, naik dari 7.500 (Rp626.000) sebelum pengambilalihan Taliban.
3. Larangan Penjualan Opium
Pada 2000, selama tugas terakhir kelompok garis keras berkuasa, Taliban melarang penanaman opium, menyatakannya dilarang menurut Islam, dan hampir membasmi tanaman itu.
Setelah penggulingan Taliban yang dipimpin AS pada tahun 2001, pertanian opium kembali berkembang biak, bahkan ketika Barat menggelontorkan jutaan dolar untuk mendorong alternatif, seperti kunyit.
Kemudian, dengan peralihan Taliban dari penguasa Afghanistan ke pemberontakan melawan pasukan pimpinan AS, mereka mengandalkan produksi opium untuk membiayai pemberontakan mereka.