Sosialisasi dalam bentuk edukasi tersebut diharapkan dapat mengoptimalisasi anak sebagai pelopor dan pelapor dalam pencegahan perkawinan anak. Femmy juga berharap agar webinar tersebut dapat meyakinkan anak bahwa mereka belum pantas menikah di usia anak, karena masa depan mereka sebagai Generasi Emas yang cemerlang lebih penting daripada menikah.
Deputi Femmy mengatakan, Kemenko PMK bersama K/L terkait dan mitra pembangunan akan terus berupaya mencegah perkawianan anak dan akan lebih menggencarkan sosialisasi pencegahan perkawinan anak kepada masyarakat luas setelah sosilasisasi kepada anak. Sosialisasi tersebut akan dilakukan bersama dengan Kementerian/Lembaga, Mitra Pembangunan dan Organisasi Keagamaan.
"Kemenko PMK merencanakan untuk melakukan soaisalisasi kepada lingkungan terdekat anak, yaitu kepada orangtua dan masyarakat, termasuk kepada tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat agar lebih memahami batas usia perkawinan dan memahami dampak buruk akibat perkawinan anak," pungkasnya.
Baca juga: Kementerian PPPA Luncurkan Program SRA, Ajak Masyarakat Cegah Perkawinan Anak
Sebagai informasi, kasus perkawinan anak terjadi pada Seorang siswi Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 01 Namrole, Buru Selatan, Maluku dinikahkan oleh ayahnya yang merupakan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Buru Selatan. Bahkan, pernikahan yang tidak resmi itu turut dihadiri oleh Kepala KUA. Kasus ini menuai kontroversi dan menjadi sorotan banyak pihak.
Imbas dari kasus ini, para pelajar SMP Negeri 01 Namrole menggelar aksi di depan kantor urusan agama dan kantor Bupati Buru Selatan. Mereka memprotes pernikahan anak yang dialami oleh teman mereka pelajar yang masih berusia 15 tahun. Dengan didampingi para guru, siswa-siswi ini menuntut perlindungan hak mereka sebagai anak dari tindakan orangtua yang belum memahami hak anak dan perlindungan anak.
Baca juga: Di Tengah Pandemi Covid-19 Perkawinan Anak Meningkat
Tindakan para pelajar tersebut menunjukkan bahwa mereka menyadari perkawinan anak belum sepantasnya terjadi pada usia remaja. Para pelajar tersebut sudah bisa dikategorikan sebagai agen perubahan dalam pencegahan perkawinan anak, sebagai pelopor, dan pelapor.
Femmy mengharapkan agar siswi SMP korban perkawinan anak tersebut dapat kembali bersekolah dan tidak ada lagi anak-anak yang dinikahkan oleh orangtuanya dengan berbagai macam alasan.
(Fakhrizal Fakhri )