Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Omicron Masuk Indonesia, Bagaimana Bisa Menyebar dengan Kecepatan yang Belum Pernah Terjadi

Agregasi BBC Indonesia , Jurnalis-Kamis, 16 Desember 2021 |11:56 WIB
Omicron Masuk Indonesia, Bagaimana Bisa Menyebar dengan Kecepatan yang Belum Pernah Terjadi
Varian Omicron diklaim menyebar dengan sangat cepat (Foto: AFP)
A
A
A

Sebagai perbandingan, varian Delta hanya memiliki tujuh mutasi.

Jadi bagaimana Omicron sangat berbeda dari varian virus corona sebelumnya?

Jika Sars-Cov-2 hilang dari tubuh kebanyakan pasien dalam waktu singkat, penelitian di seluruh dunia menunjukkan, virus itu dapat bertahan lebih lama pada orang-orang dengan sistem kekebalan yang lemah.

Individu yang masuk golongan itu, antara lain pasien dengan penyakit seperti HIV, penderita kanker, dan penerima transplantasi organ.

Dengan resistensi yang lebih sedikit dari inangnya, virus corona berpeluang melakukan sejumlah mutasi.

Dalam tubuh dengan kekebalan yang kuat, mutasi biasanya membutuhkan sirkulasi yang lebih luas dalam suatu populasi.

Pada Desember 2020, sekelompok peneliti di Universitas Cambridge mulai waspada saat mendeteksi kemunculan mutasi kunci yang juga terlihat pada varian Alpha. Mereka menemukan itu pada sampel pasien kanker di Inggris yang meninggal akibat Covid-19 empat bulan sebelumnya.

Alpha adalah "variant of concern" pertama yang diakui WHO. Varian ini dilaporkan pada September 2020 di Inggris.

Ketika itu, sampel yang mereka teliti berasal dari pasien yang telah meninggal 101 hari setelah diagnosis awalnya.

"Infeksi khas virus corona hanya berlangsung tujuh hari dan itu tidak cukup waktu bagi virus untuk beradaptasi dan berevolusi karena sistem kekebalan melawannya," kata Profesor Ravi Gupta dari Institut Imunologi Terapi dan Penyakit Menular Cambridge.

Gupta adalah pemimpin penelitian yang pertama kali mendeteksi varian Alpha tersebut.

Menurut Gupta, infeksi kronis akibat sistem kekebalan tubuh yang lemah memberi lebih banyak ruang kepada virus untuk bermutasi.

"Perlu sistem kekebalan yang tidak berfungsi atau nonaktif sebagian agar virus ini dapat berkembang," ujarnya.

Juni lalu, Lessells dan tim penelitinya mengumumkan hasil penelitian sampel virus corona dari seorang perempuan di Afrika Selatan, yang menderita HIV tanpa menjalani pengobatan.

Dalam analisis genetik berulang dari sampel itu, mereka menemukan "perubahan langkah signifikan" dalam evolusi virus. Para peneliti itu kemudian memperingatkan bahwa ini mungkin merupakan awal dari krisis kesehatan masyarakat.

Dalam sebuah artikel yang diterbitkan pada 1 Desember lalu di jurnal ilmiah Nature, Lessells dan timnya memperkirakan delapan juta orang dengan HIV di sub-Sahara Afrika saat ini tidak menerima terapi antiretroviral yang layak.

Angka yang mereka sebutkan itu mencakup orang-orang yang belum pernah diuji apakah benar mengidap HIV.

Jika Lessells dan Profesor Gupta benar, maka orang-orang dengan kekebalan tubuh buruk tadi merupakan tempat berkembang biak yang ideal untuk varian baru virus corona.

(Susi Susanti)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement