Adayfi mengatakan dia adalah bagian dari mayoritas tahanan Gitmo yang tidak memiliki hubungan nyata dengan kelompok teroris seperti Al-Qaeda. Dia menjelaskan dirinya dan yang lainnya pada dasarnya diculik dan dijual ke pemerintah AS oleh panglima perang Afghanistan yang rakus.
“Kami dijual ke Amerika untuk uang hadiah. Ketika mereka datang ke Afghanistan, mereka akan melemparkan selebaran yang menawarkan [hadiah] besar. Beberapa dari kami dijual dua atau tiga kali dari satu panglima perang ke panglima perang lainnya, lalu ke Amerika,” ungkapnya.
Adayfi mengatakan di sana narapidana disiksa, dipenjara, dianiaya dan dihancurkan atas nama 9/11 dan atas nama keadilan. Adayfi yakin itu adalah penyimpangan keadilan yang bahkan sebagian besar keluarga pendendam dari para korban serangan teroris September 2001 tidak akan memaafkan.
Setelah bertahun-tahun ditahan dan dianiaya secara tidak adil, Adayfi mengatakan bahwa dia pergi ke tempat yang gelap, dipenuhi dengan kebencian atas situasinya. Dia sangat ingin mengaku sebagai teroris hanya karena dendam.
“Saya ingin [penyelidik AS] merasakan apa yang telah mereka ciptakan. Selama bertahun-tahun kami telah disiksa. Dan mereka tahu kami tidak melakukan apa-apa,” kata Adayfi yang juga merinci pengalamannya dalam buku berjudul ‘Don’t Forget Us Here: Lost and Found at Guantanamo’.
“Ketika seseorang mendorong Anda ke tingkat kemarahan dan kebencian ini, apa yang Anda harapkan?” ujarnya.