JAKARTA - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menilai terjadi transformasi dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU), pendanaan aksi terorisme dan proliferasi (kelompok kriminal bersenjata), korupsi dan narkotika. Semula menggunakan sumber ilegal seperti perampokan, kriminalisasi dan kekerasan, kini menggunakan skema penggalangan dana kemanusiaan atau bisnis yang sah.
Oleh karena itu, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menyampaikan bahwa PPATK akan melakukan pengawasan dan pencegahan berbagai aliran dana, termasuk transaksi keuangan virtual.
"Untuk itu, PPATK berupaya untuk meningkatkan pengawasan dan pencegahan berbagai aliran dana di Indonesia tak terkecuali transaksi keuangan di ruang virtual," kata Ivan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (31/1/2022).
Baca juga: PPATK Terima 7.129 Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan Sepanjang 2021
Penggunaan mata uang virtual yang tengah digandrungi masyarakat seperti crypto currency, blockchain, distributed ledger technology (DLT), peer to peer lending dan non-fungible token (NFT) menjadi tantangan tersendiri bagi PPATK dalam upaya pencegahan pencucian uang.
"Penggunaan teknologi seperti crypto currency, blockchain, distributed ledger tecknology (DLT), peer to peer lending dan non fungible token atau yang terkenal dengan NFT dan sebagainya, telah memberikan tantangan yang sepenuhnya baru bagi kita dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang," ungkapnya.