NEW YORK - Laporan PBB menyebutkan serangan siber Korea Utara berhasil mencuri mata uang kripto miliaran dolar untuk mendanai program senjata rudalnya.
Menurut laporan penyelidik, pasukan siber Korea Utara periode 2020 sampai pertengahan 2021, berhasil mencuri aset digital lebih dari USD50 juta atau setara Rp720 miliar, menurut laporan penyidik. Hasil dari serangan siber ini menjadi "sumber pendapatan yang penting" bagi program nuklir dan rudal balistik Pyongyang.
BACA JUGA:Â Korut Konfirmasi Uji Coba Hwasong-12, Rudal Berkemampuan Nuklir Terbesar Sejak 2017Â
Temuan ini telah diserahkan ke komite sanksi PBB pada Jumat (4/2/2022) lalu.
Serangan siber ini menargetkan setidaknya pertukaran mata uang kripto di Amerika Utara, Eropa dan Asia.
Laporan ini juga merujuk pada kajian yang dipublikasikan bulan lalu oleh lembaga riset keamanan di Amerika Serikat, Chainalysis. Lembaga ini menyatakan Korea Utara diduga juga telah mencuri mata uang kripto lebih besar pada tahun lalu, yaitu mencapai USD400 juta (sekira Rp5,7 triliun)
Dan pada 2019, PBB melaporkan bahwa Korea Utara telah mengumpulkan uang sekitar USD2 miliar (sekira Rp28,7 triliun) dari penggunaan serangan siber yang canggih untuk program senjata pemusnah massal.
Dewan Keamanan PBB telah melarang Korea Utara untuk melakukan uji coba nuklir dan peluncuran rudal balistik.
Kendati telah diberikan sanksi, tapi Korea Utara masih terus mengembangkan infrastruktur nuklir dan rudal balistiknya.
Negara itu juga terus mencari material, teknologi dan pengetahuan di luar negeri, termasuk melalui sarana siber dan penelitian ilmiah bersama.
Tim pemantau sanksi mengatakan telah terjadi "percepatan yang nyata" dari uji coba rudal oleh Pyongyang