BELANDA - Perdana Menteri (PM) Belanda Mark Rutte pada Kamis (19/2) menyatakan permintaan maaf mendalam menanggapi hasil penelitian tiga lembaga penelitian berjudul "Kemerdekaan, dekolonisasi, kekerasan, dan perang di Indonesia pada 1945-1950" yang menyebutkan pembiaran terjadinya kekerasan ekstrem.
Dalam kesimpulannya, penelitian ini menemukan bahwa militer Belanda terlibat dalam "penggunaan kekerasan ekstrem yang sistemik dan meluas" selama 1945-1949, dan pemerintah Belanda pada saat itu melakukan pembiaran.
Pada bagian lain kesimpulannya, tim peneliti juga menemukan saat pihak Indonesia melawan kehadiran kembali Belanda melalui peperangan gerilya, pasukannya - sepertinya halnya tentara Belanda - "akhirnya akrab dengan kekerasan ekstrem".
Baca juga: Penelitian Ungkap Belanda Gunakan Kekerasan Berlebihan pada Perang Kemerdekaan RI
Rutte mengatakan permintaan maaf juga ditujukan kepada orang-orang di Belanda yang terdampak kekerasan ekstrem yang terjadi di masa Revolusi Kemerdekaan Indonesia.
"Saya menyampaikan permintaan maaf yang mendalam kepada masyarakat Indonesia hari ini untuk kekerasan ekstrem yang sistemik dan tersebar luas oleh pihak Belanda di tahun-tahun itu, dan kabinet sebelum-sebelumnya yang secara konsisten memalingkan muka,” terangnya.
Baca juga: Belanda Minta Maaf soal Kekerasan Masa Lalu kepada Indonesia
"Saya minta maaf untuk mereka yang harus hidup dengan konsekuensi dari perang kolonial di Indonesia," lanjutnya.