RUSIA pada Selasa (15/3), mengatakan pihaknya telah mendapatkan jaminan bahwa mereka dapat melaksanakan tugas sebagai pihak dalam perjanjian nuklir Iran. Hal itu menunjukkan bahwa Rusia dapat mendorong kemajuan perjanjian nuklir, yang pertama dibuat pada 2015, yang kini carut marut.
Pernyataan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov itu tampaknya menandakan bahwa Rusia mungkin telah mundur dari pandangan sebelumnya yang berujar bahwa sanksi-sanksi Barat yang dikenakan terhadap Rusia atas invasinya ke Ukraina, merupakan halangan untuk menyelamatkan perjanjian nuklir itu.
Juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Ned Price mengatakan kepada wartawan bahwa berlakunya kembali perjanjian nuklir itu tidak akan menjadi “jalan keluar” bagi Rusia untuk menghindari sanksi-sanksi yang dijatuhkan akibat invasi yang dilancarkannya terhadap Ukraina.
“Kami tentu saja tidak akan memberikan sanksi atas partisipasi Rusia dalam proyek nuklir yang merupakan bagian dari upaya melanjutkan kembali implementasi penuh JCPOA. Kami tidak bisa dan tidak akan, dan kami belum memberi jaminan lebih dari itu kepada Rusia,” tegas Price.
Lavrov, pada 5 Maret lalu, secara tidak terduga menuntut jaminan menyeluruh bahwa perdagangan Rusia dengan Iran tidak akan terdampak sanksi-sanksi Barat terkait Ukraina; tuntutan yang menurut negara-negara Barat tidak dapat diterima. Amerika juga bersikeras tidak dapat menerima permintaan itu.
 Baca juga: Rusia Larang Joe Biden dan PM Kanada Masuk Wilayah Mereka
Berbicara dalam konferensi pers dengan Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amirabdollahian di Moskow, Lavrov juga membantah bahwa Rusia merupakan penghalang untuk menghidupkan kembali perjanjian nuklir tahun 2015.
“Saya telah mendengar bagaimana Amerika setiap hari mencoba menuduh kami yang menunda perjanjian itu, itu bohong. Perjanjian itu akhirnya tidak disetujui di beberapa ibu kota, dan ibu kota Moskow bukan salah satu diantaranya.”
Harga minyak turun lebih dari enam persen akibat pernyataan Lavrov bahwa Moskow mendukung dilanjutkannya perjanjian nuklir tahun 2015 itu sesegera mungkin, dan juga oleh keraguan tentang permintaan China menyusul melonjaknya kembali kasus COVID-19 di negara itu.
Follow Berita Okezone di Google News