MARIUPOL - Para pejabat Ukraina menuduh pasukan Rusia menjatuhkan bom di sebuah sekolah yang terletak di Kota Mariupol yang terkepung. Dewan kota menuduh hal tersebut di sebuah pos Telegram pada Mianggu (20/3). Fasilitas itu melindungi sekitar 400 warga sipil, terutama wanita, anak-anak dan orang tua.
“Kemarin, penjajah Rusia menjatuhkan bom di sekolah seni No 12,” klaim dewan tersebut.
“Diketahui bahwa bangunan itu hancur, dan warga sipil masih berada di bawah reruntuhan,” lanjutnya.
Dewan tidak memperkirakan jumlah potensi korban akibat dugaan pengeboman sekolah. Tidak ada rekaman dari tempat kejadian yang menguatkan klaim telah muncul.
Sementara itu, militer Rusia tetap diam tentang masalah tersebut.
Baca juga: Rusia Jatuhkan Bom di Sebuah Teater, Tempat 1.200 Warga Sipil Ukraina Berlindung
Awal pekan ini, pihak berwenang Ukraina menuduh Moskow mengebom Teater Drama Mariupol, awalnya mengklaim bahwa lebih dari 1.000 warga sipil yang berlindung di sana telah tewas. Laporan Ukraina tentang peristiwa tersebut segera berubah karena ternyata lebih dari 200 warga sipil diselamatkan dari tempat perlindungan bom di bawah gedung yang hancur, sementara tidak ada yang tewas dalam insiden itu.
Baca juga: Serangan Rudal Rusia Hantam Barak Militer Ukraina, Setidaknya 50 Tentara Tewas
Militer Rusia membantah menargetkan teater sama sekali, menyalahkan pemboman pada pejuang neo-Nazi dengan resimen Azov yang terkenal kejam.
Juru bicara militer Rusia Mayor Jenderal Igor Konashenkov mengatakan bahwa "informasi yang dapat dipercaya" dari penduduk setempat menunjukkan bahwa para militan meledakkan gedung itu sendiri untuk menjebak Rusia.
Mariupol menjadi tempat perang kota yang intens setelah kota Ukraina tenggara terputus dan dikepung oleh pasukan reguler Rusia dan Republik Rakyat Donetsk.
Diketahui, Moskow menyerang tetangganya pada akhir Februari, menyusul kebuntuan tujuh tahun atas kegagalan Ukraina untuk mengimplementasikan ketentuan perjanjian Minsk, dan pengakuan akhirnya Rusia atas republik Donbass di Donetsk dan Lugansk. Protokol yang ditengahi Jerman dan Prancis telah dirancang untuk mengatur status wilayah-wilayah tersebut di dalam negara Ukraina.
Rusia kini menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan aliansi militer NATO yang dipimpin AS. Kiev menegaskan serangan Rusia benar-benar tidak beralasan dan telah membantah klaim bahwa pihaknya berencana untuk merebut kembali kedua republik dengan paksa.
(Susi Susanti)