TEHERAN – Iran pada Sabtu (9/4/2022) menjatuhkan sanksi terhadap 24 pejabat Amerika Serikat (AS), yang terlibat dalam kampanye “tekanan maksumum” pemerintahan Presiden Donald Trump dan pembunuhan terhadap Jenderal Qassem Soleimani. Langkah ini memunculkan kekhawatiran akan keberlanjutan pembicaraan perjanjian program nuklir yang saat ini tengah menemui kebuntuan.
BACA JUGA: Perang Rusia-Ukraina Diharap Tak Berdampak pada Negosiasi Program Nuklir Iran
Hampir 100 warga AS telah diberi sanksi oleh Iran sejak pemerintah AS menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran, memberlakukan sanksi keras terhadap Teheran, dan membunuh Jenderal Iran Qassem Soleimani di Irak.
Kementerian Luar Negeri Iran mengatakan kelompok baru yang dijatuhkan sanksi mencakup mantan Kepala Staf Angkatan Darat AS George W. Casey Jr, mantan kepala Komando Pusat AS Joseph Votel, dan mantan pengacara Trump Rudy Giuliani. Mereka dimasukkan dalam daftar hitam Iran karena “terlibat dalam aksi teroris, mengagungkan dan mendukung terorisme dan pelanggaran berat hak asasi manusia”.
Kegiatan teroris yang dirujuk hampir pasti merupakan kiasan terhadap dugaan keterlibatan mantan pejabat tinggi AS dalam pembunuhan Soleimani melalui serangan drone di Irak, demikian diwartakan Sputnik.
BACA JUGA: Perundingan Perjanjian Nuklir Iran Kembali Dilanjutkan
Pejabat AS lainnya menghadapi sanksi Iran karena dugaan pelanggaran berat hak asasi manusia (HAM) terkait apa yang disebut kampanye sanksi “tekanan maksimum” yang menghancurkan ekonomi Iran. Mantan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo pada 2019 mengakui bahwa rezim sanksi itu dirancang untuk mendorong rakyat Iran “mengubah pemerintahan”.
Pompeo sendiri sebelumnya dikenai sanksi Iran pada Januari 2021 yang juga termasuk larangan perjalanan ke negara itu dan pembekuan aset potensial apa pun di Iran.
Media Barat sebagian besar menggambarkan langkah Iran sebagai "simbolis", tetapi diumumkan di saat yang penting.
Negosiasi yang bertujuan memulihkan kesepakatan nukli Iran, atau Rencana Aksi Komprehensif Gabungan (JCPOA), telah terhenti dalam beberapa pekan terakhir karena penolakan Presiden AS Joe Biden untuk menghapus sanksi terhadap Korps Garda Revolusi Iran (IRGC).
Hal ini telah lama menjadi garis merah bagi Iran, dengan mantan Menteri Luar Negeri Sayyid Kamal Kharrazi menjelaskan di Forum Doha pada akhir Maret, “tentara nasional tidak dapat terdaftar sebagai kelompok teroris.”
(Rahman Asmardika)