"Seorang wanita lajang tidak dapat membekukan (telurnya) tetapi seorang pria lajang diizinkan untuk membekukan (spermanya)? Sungguh standar ganda!" kata salah satu warganet.
"Mengapa wanita tidak bisa membekukan sel telurnya? Mengapa pria bisa menyimpan spermanya? Sulit bagi wanita untuk hamil setelah usia 40 tahun,” tulis warganet lainnya.
Pejabat kesehatan telah membela kebijakan tersebut dengan mengklaim pengumpulan sel telur sebagai hal yang berbeda dengan pengumpulan sperma, dan melahirkan pada usia yang lebih tua melibatkan risiko kesehatan. Ini menjadi alasan yang dikutip komisi kesehatan sebagai pembenaran untuk larangan tersebut.
Sementara proses biasa untuk mengekstrak sperma relatif sederhana dan jarang melibatkan pembedahan, pembekuan telur memerlukan suntikan hormon dan prosedur pengambilan telur yang dilakukan dengan anestesi.
Namun, beberapa ahli di China berpendapat bahwa prosedur tersebut, yang dipraktikkan secara luas di seluruh dunia, tidak lebih berbahaya bagi wanita lajang daripada wanita yang sudah menikah dan mempertanyakan apakah risiko yang disebutkan dalam peraturan saat ini membenarkan larangan tersebut.
Dalam artikel tinjauan sejawat 2015, Sun Xiaoxi, wWkil direktur Institut Genetika & IVF di Rumah Sakit Obstetri & Ginekologi Universitas Fudan, mengatakan risiko yang terkait dengan pembekuan telur adalah "kejadian dengan probabilitas kecil."
Kasus ini muncul di tengah krisis demografi yang berkembang yang membuat pihak berwenang meningkatkan upaya untuk mendorong pasangan memiliki lebih banyak anak - termasuk dengan menghapus kebijakan satu anak yang kontroversial di China pada 2015 dan tahun lalu mengizinkan keluarga untuk memiliki tiga anak.