XINJIANG - Kunjungan Presiden China Xi Jinping ke Xinjiang beberapa waktu lalu, menandakan penekanan baru pada asimilasi etnis Uighur dan kelompok minoritas muslim lainnya.
Amerika Serikat (AS) dan negara-negara dunia lain menyebut Uighur dan minoritas di Tiongkok, adalah korban genosida yang sedang berlangsung hingga saat ini.
(Baca juga: China Berusaha Cegah Ketua Kantor HAM PBB Rilis Laporan Soal Uighur)
Xi Jinping sendiri diketahui melakukan kunjungan mendadak ke daerah otonomi Uighur yang berada di wilayah Xinjiang (XUAR) barat, pada tangga 12-15 Juli 2022 lalu.
Melansir kantor berita resmi Xinhua, dalam lawatannya, Pemimpin China tersebut menekankan “stabilitas sosial dan keamanan abadi sebagai tujuan menyeluruh” dari kebijakan Partai Komunis China (PKC).
Kunjungan Xi Jinping ke Xinjiang adalah yang lawatan keduanya dalam delapan tahun terakhir ke wilayah tersebut, di mana pihak berwenang China telah menahan sedikitnya 1,8 juta orang Uighur dan minoritas muslim Turki lainnya di kamp-kamp interniran, sejak 2017.
Penduduk di wilayah Xinjiang sendiri dilaporkan telah menjadi sasaran pelanggaran berat hak asasi manusia, penyiksaan dan kerja paksa, serta penghapusan tradisi linguistik, termasuk budaya dan agama mereka.
Aksi pemerintah China ini disebut oleh Amerika Serikat dan beberapa parlemen negara-negara dunia lainnya sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.
Peneliti dari Victims of Communism Memorial Foundation yang berbasis di Washington DC, Andrian Zenz, mengatakan pernyataan Xi adalah penegasan yang sangat signifikan bahwa kebijakan Beijing benar dan harus terus diterapkan.
“Ini adalah pernyataan pembangkangan dan kebanggaan. Pada dasarnya, Xi Jinping memberi isyarat bahwa tidak ada yang bisa ikut campur dalam kebijakan etnis China di Xinjiang dan bahwa garis merah Beijing ditegakkan dengan kuat,” kata Zenz melansir Radio Free Asia (RFA), Jumat (5/8/2022).
Setelah kunjungan Xi ke XUAR, juru bicara Departemen Luar Negeri AS mengatakan kepada RFA bahwa AS akan terus bekerja untuk mempromosikan akuntabilitas penggunaan kerja paksa oleh pemerintah China dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang sedang berlangsung terhadap Uighur dan anggota kelompok etnis dan agama minoritas lainnya di Xinjiang
Profesor sejarah di Universitas Georgetown yang berspesialisasi di Asia Tengah, James Millward, mencatat pendapat Xi Jinping yang menyatakan bahwa “peradaban China adalah akar dari budaya semua kelompok etnis di Xinjiang” dalam pidatonya setelah perjalanannya untuk menggambarkan hubungan orang Tionghoa non-Han di XUAR dengan Zhonghua, atau identitas Tionghoa.
“Semua kelompok etnis di Xinjiang adalah anggota keluarga yang terkait dengan garis keturunan Tiongkok,” tulis Millward di media sosialnya.
“Saya menunjukkan pada saat itu bahwa dengan membangkitkan 'darah' dan 'anggota keluarga', frasa ini secara tidak langsung menyiratkan hubungan genetik antara orang-orang Asia Tengah yang sekarang diperintah oleh Partai Komunis Tiongkok dan 'Zhonghua,' yaitu, orang-orang Tiongkok," lanjutnya.
Millward juga mencatat bahwa komentar Xi Jinping tentang perlunya mendidik dan membimbing pejabat dan massa untuk mengenali dengan benar sejarah Xinjiang, terutama sejarah perkembangan etnis, menunjukkan bahwa Tiongkok sekarang menekankan bahwa berbagai kelompok etnis adalah orang China.
Apa yang disebut Xi sebagai 'Zhonghua', sekarang ada di mana-mana sebagai istilah budaya ahistoris generik yang setara dengan istilah bahasa barat 'China'.
Analis China Ma Ju mengatakan Xi Jinping pergi ke Xinjiang dalam persiapan untuk Kongres ke-20 Partai Komunis China pada muslim Uighur, di mana Xi kemungkinan akan diangkat kembali untuk masa jabatan ketiga sebagai sekretaris jenderal partai dalam Kongres Rakyat akan bersidang Maret mendatang.
Baca Juga: Peringati Hari Lahir Pancasila, Pengawas KKP Lakukan Upacara Bawah Laut