UNICEF, pada Senin, mengatakan pihaknya “sangat prihatin” akan jumlah kasus dan kematian anak akibat campak. Lembaga itu mengatakan pihaknya membantu pemerintah Zimbabwe memerangi wabah melalui program imunisasi.
Wabah campak pertama kali dilaporkan terjadi di Provinsi Manicaland di sisi timur Zimbabwe pada awal April. Sejak itu, penyakit itu merebak di seluruh negeri.
Kasus kematian banyak menimpa anak yang belum divaksinasi, menurut Menteri Informasi Zimbabwe Monica Mutsvangwa pada Agustus lalu.
Kabinet Zimbabwe telah memberlakukan sebuah undang-undang yang biasanya digunakan untuk menanggapi bencana untuk mengatasi wabah itu.
Pemerintah telah memulai kampanye vaksinasi massal yang menyasar anak-anak berusia 6 bulan hingga 15 tahun dan melibatkan para pemimpin adat dan agama untuk mendukung upaya tersebut.
Zimbabwe terus menggelar vaksinasi campak bagi anak-anak bahkan di tengah-tengah puncak pandemi virus corona. Namun upaya itu terhalangi kelompok-kelompok agama yang menentang vaksinasi.
Sekte-sekte Kristen di negara tersebut menentang pengobatan modern dan memberi tahu para anggotanya untuk mengandalkan mereka yang mengaku-ngaku sebagai nabi untuk proses penyembuhan.
Kegiatan massal di gereja yang telah kembali dilanjutkan seiring pelonggaran aturan COVID-19 telah “menyebabkan perebakan campak ke wilayah-wilayah yang sebelumnya tidak terdampak,” kata kementerian kesehatan dalam pernyataannya pada pekan lalu.