Stigma terhadap Gerwani yang menyanyikan lagu Genjer-Genjer di malam G30S juga masih berlangsung hingga kini.
Padahal menurut sejumlah fakta yang diungkap peneliti dan para penyintas cerita tentang Gerwani dan Genjer-Genjer itu merupakan cerita rekaan. Pasca G30S ratusan anggota organisasi perempuan ini pun ditangkap dan dipenjara tanpa pernah diadili.
Kesenian Vakum
Setelah peristiwa 65 di Jakarta, kemudian sentimen anti-PKI dan organisasi yang berada di bawahnya terjadi di banyak daerah, termasuk Banyuwangi.
Banyak seniman yang diduga memiliki kaitan dengan PKI pun ditangkap ataupun hilang. Aktivitas kesenian di daerah itu pun terhenti, selama beberapa tahun, jelas Kusbandi salah seorang seniman yang dulu masih belajar angklung.
"Saya dulu coba-coba, lalu timbul gestapu berhenti setelah itu vakum sekitar 5 tahunan itu, karena di cap angklung itu milik partai PKI, padahal enggak ya itu kepunyaan rakyat. Kemudian pada tahun 1970an, ada yang berani mendirikan grup angklung, saya ditarik,” kata dia.
Kusbandi kemudian mendirikan grup seni Banyuwangi Putra. Sementara itu, Muhamad Arief yang pernah menjabat sebagai anggota DPR dari Fraksi PKI pun tidak diketahui keberadaannya pasca peristiwa 65.
“Tidak ada, Pak Arief hilang, banyak tokoh-tokoh PKI di sini hilang, tidak dibunuh, tidak dibuang... hilang. Berarti sampai saat ini diibaratkan tidak pernah pulang? Tidak ada itu,”
Siti Hanani mengatakan sempat mendapatkan kabar ayah angkatnya ditangkap dan dipenjara, tetapi tidak dapat ditemukan meski sudah dicari ke beberapa tempat.
“Kalau toh masih hidup di mana, kalau toh sudah meninggal di mana kuburannya, saya mendengar beliau ditahan di Malang, terus ke Pulau Buru, saya ingin mengetahui di mana dia, tapi sampai sekarang tidak bisa,” kata Hanani sambil menahan tangis.
(Qur'anul Hidayat)