Share

Eropa Menghangat Lebih Cepat Ketimbang Wilayah Mana Pun dalam 30 Tahun Terakhir Akibat Krisis Iklim

Susi Susanti, Okezone · Kamis 03 November 2022 13:54 WIB
https: img.okezone.com content 2022 11 03 18 2700150 eropa-menghangat-lebih-cepat-ketimbang-wilayah-mana-pun-dalam-30-tahun-terakhir-akibat-krisis-iklim-vvAwgqpK7K.jpg Eropa menghangat lebih cepat dalam 30 tahun terakhir (Foto: AFP)

MESIR - Menurut laporan terbaru tentang iklim di Eropa  dari Organisasi Meteorologi Dunia (WMO),  Eropa memanas lebih cepat daripada wilayah lain mana pun ketika krisis iklim semakin cepat.

Laporan WMO ini muncul menjelang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) iklim internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Mesir, dan merupakan salah satu dari serangkaian laporan selama beberapa minggu terakhir yang menunjukkan bagaimana dunia telah 'keluar jalur' pada tujuan iklimnya.

Dikutip CNN, tidak hanya negara-negara yang kehilangan 'arah' dalam upaya mereka untuk mengurangi emisi bahan bakar fosil yang menghangatkan planet, tetapi data terbaru menunjukkan suhu sudah meroket.

Baca juga:  Perubahan Iklim Ancaman Besar Bagi Keamanan Energi Global, Sama Seperti Perang Ukraina

Suhu global telah meningkat sekitar 1,2 derajat sejak revolusi industri, dan para ilmuwan telah memperingatkan bahwa suhu ini harus dibatasi hanya 1,5 derajat untuk menghindari dampak paling parah dari krisis iklim.

Baca juga: Bumi Semakin Panas Apakah Tanda Kiamat? Suhu Global Dekati 1,5 Derajat Celcius dan Akan Terus Naik 

Bahkan beberapa benua merasa bahwa naik lebih dari yang lain. Laporan pada Rabu (2/11/2022) menunjukkan suhu di Eropa telah meningkat lebih dari dua kali rata-rata global selama 30 tahun terakhir pada tingkat sekitar 0,5 derajat Celcius per dekade.

Laporan terbaru menunjukkan bagaimana kenaikan suhu di kawasan itu memicu cuaca ekstrem.

Hingga Juli lalu, jumlah kebakaran hutan di Uni Eropa (UE) naik empat kali lipat dari rata-rata 15 tahun. Gelombang panas yang mematikan dan memecahkan rekor di Inggris mengganggu kesehatan masyarakat dan merusak infrastruktur. Kekeringan yang luar biasa melanda benua itu musim panas ini, mengeringkan beberapa sungai yang paling penting secara ekonomi di dunia. Kemudian terjadi kekeringan setelah beberapa banjir paling merusak yang pernah terjadi di Eropa.

Follow Berita Okezone di Google News

Pada 2021, tahun penuh terakhir yang tercakup dalam analisis ini, diketahui lebih dari setengah juta orang terkena dampak langsung oleh peristiwa cuaca yang dipicu oleh perubahan iklim.

Cuaca ekstrem telah menyebabkan kerusakan ekonomi melebihi USD50 miliar (Rp784 triliun). Catatan laporan itu menyatakan pemanasan yang dipercepat telah menyebabkan gletser Alpine kehilangan ketebalan es 30 meter dari 1997 hingga 2021.

“Eropa menyajikan gambaran langsung tentang dunia yang memanas dan mengingatkan kita bahwa bahkan masyarakat yang dipersiapkan dengan baik pun tidak aman dari dampak peristiwa cuaca ekstrem,” kata Sekretaris Jenderal WMO Petteri Taalas dalam laporannya.

“Tahun ini, seperti tahun 2021, sebagian besar Eropa telah dipengaruhi oleh gelombang panas dan kekeringan yang ekstensif, memicu kebakaran hutan. Pada 2021, banjir yang luar biasa menyebabkan kematian dan kehancuran,” lanjutnya.

Taalas mengatakan meskipun langkah Eropa dalam mengurangi emisi pemanasan planet telah “baik”, namun ambisi mereka di bidang ini “harus lebih ditingkatkan.”

Pemanasan yang dipercepat telah menyebabkan gletser Alpine kehilangan ketebalan es 30 meter dari 1997 hingga 2021.

Di Greenland, yang dicakup oleh analisis regional WMO, hujan turun untuk pertama kalinya pada 2021 di stasiun puncak yang tinggi di atas lapisan es – bagian dari tren pencairan yang mempercepat kenaikan permukaan laut.

“Masyarakat Eropa rentan terhadap variabilitas dan perubahan iklim, tetapi Eropa juga berada di garis depan upaya internasional untuk mengurangi perubahan iklim dan mengembangkan solusi inovatif untuk beradaptasi dengan iklim baru yang harus dihadapi Eropa,” terang Carlo Buontempo, Direktur Layanan Perubahan Iklim Copernicus, dalam sebuah pernyataan.

“Ketika risiko dan dampak perubahan iklim menjadi semakin nyata dalam kehidupan sehari-hari, kebutuhan dan keingintahuan tumbuh untuk kecerdasan iklim, dan memang demikian. Dengan laporan ini kami bertujuan untuk menjembatani kesenjangan antara data dan analisis untuk memberikan informasi berbasis sains tetapi dapat diakses yang 'siap mengambil keputusan', lintas sektor, lintas profesi,” paparnya.

Laporan tersebut mencatat bahwa emisi gas rumah kaca menurun 31% antara 1990 dan 2020. Blok tersebut bertujuan untuk memangkas emisi gas rumah kaca sebesar 55% dari 1990 pada 2030 mendatang.

1
3
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis Okezone.com tidak terlibat dalam materi konten ini.

Berita Terkait

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini