Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

3 Jenderal Ini Berani Menentang Kediktatoran Soeharto, dari Hoegeng hingga M Jasin

Ajeng Wirachmi , Jurnalis-Selasa, 29 November 2022 |07:02 WIB
3 Jenderal Ini Berani Menentang Kediktatoran Soeharto, dari Hoegeng hingga M Jasin
Jenderal Hoegeng (Foto: Ist)
A
A
A

JAKARTA - Soeharto adalah satu-satunya Presiden Indonesia yang memerintah dengan periode paling lama, yakni lebih dari 30 tahun. Hal itu tentunya menjadikan Soeharto disebut sebagai seorang diktator.

Karenanya, banyak pula pihak yang menentang kediktatorannya, termasuk para jenderal berikut ini: 

1. Jenderal Besar AH Nasution

Jenderal Besar Abdul Haris Nasution menentang kediktatoran Soeharto melalui kelompok Petisi 50. Kelompok ini diisi oleh 50 purnawirawan jenderal dan politisi senior yang mengkritisi pemerintahan Orde Baru di bawah Soeharto. 

Pembentukan Petisi 50 dimulai ketika Soeharto meminta ABRI untuk mendukung Golkar dalam Pemilu. Petisi 50 sendiri berdiri pada 5 Mei 1980 dan menganggap bahwa Soeharto sudah menyalahgunakan filosofi dasar negara, Pancasila, sekaligus menodainya.

Sebelumnya, hubungan Nasution dan Soeharto memang sempat naik turun. Nasution pernah hampir memecat Soeharto, yang kala itu juniornya, karena menyelundupkan beberapa komoditas dengan Liem Sioe Liong, Tek Kiong, dan Bob Hasan.

Namun, nasib Soeharto berhasil diselamatkan oleh Jenderal Gatot Soebroto yang menjabat sebagai Wakil KSAD.

Selanjutnya, tensi hubungan Nasution dengan Soeharto mulai mereda dan sevisi ketika memiliki sikap anti terhadap PKI. Bahkan, keduanya bekerja sama untuk menumpas partai terlarang itu.

2. Jenderal Polisi Hoegeng 

Selain Jenderal Nasution, Jenderal Polisi Hoegeng juga bergabung dalam Petisi 50. Selama berkarier, Hoegeng dikenal sebagai polisi jujur yang berani melawan segala bentuk kecurangan.

Sejumlah kasus yang ditangani Hoegeng diduga melibatkan orang-orang terdekat Soeharto. Oleh Soeharto, Hoegeng pernah ditawari menjadi Duta Besar Swedia dan Duta Besar di Kerajaan Belgia, Benelux, dan Luxemburg. 

Namun, Hoegeng menolak dan membuat dirinya dipanggil ke Cendana. Soeharto kala itu marah sembari berkata “Di Indonesia, tidak ada lagi lowongan buat Hoegeng,”. Saat itu juga, Hoegeng langsung mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Kapolri. 

3. Letnan Jenderal M Jasin

Masih dari anggota Petisi 50, Letnan Jenderal M Jasin juga menentang kediktatoran Soeharto. Padahal, ia adalah salah satu petinggi yang membantu terbentuknya Orde Baru dan memiliki kedudukan sebagai Pangdam V/Brawijaya.

Jasin membasmi sisa gerombolan pemberontak PKI di Blitar dan Madiun. Kemenangan Soeharto dalam Pemilu tahun 1971 juga berkat bantuan Jasin. Namun kemudian, hubungan keduanya merenggang karena akumulasi kekecewaan Jasin terhadap Soeharto. 

Jasin lalu menuliskan 10 lembar surat bernada keras kepada Soeharto. Ia juga mengkritisi berbagai praktik bisnis pejabat pemerintah. Diketahui, Soeharto membangun dan memiliki peternakan di Tapos. Anggota keluarganya yang lain juga menguasai lini bisnis cengkeh dan banyak komoditas serupa.

Jasin bahkan mengatakan bahwa Soeharto adalah pemimpin munafik, sebab melanggar peraturan yang dibuatnya sendiri.

(Arief Setyadi )

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement