"Saya masih takut," katanya. Meski dia memiliki suami yang juga penduduk asli pulau itu, Choi Won-mo, 65, tapi dia ingin pemerintah tetap melindung mereka sebaik mungkin.
"Marinir, angkatan udara, angkatan laut, dan tentara Korea Selatan semuanya berada di Baekryeong, selalu siaga tinggi," ujarnya.
Perbatasan maritim ‘flashpoint’ ini telah menjadi tempat pertempuran intermiten, termasuk pertukaran tembakan peringatan di perairan sekitar Baekryeong pada Oktober lalu setelah sebuah kapal Korea Utara melintasi Garis Batas Utara.
Choi mengatakan peristiwa seperti itu adalah "kejadian biasa" tetapi setelah 70 tahun hidup dalam kondisi tak menentu atau limbo, orang pun akhirnya belajar untuk hidup dengan ketegangan konstan.
Seperti diketahui, Perang Korea berakhir dengan gencatan senjata, meninggalkan kedua belah pihak secara teknis masih berperang.
Insiden terburuk seperti itu terjadi pada Maret 2010 hanya satu kilometer dari pulau itu ketika sebuah kapal perang Korea Selatan ditenggelamkan oleh apa yang dikatakan Seoul sebagai torpedo Korea Utara, menewaskan 46 pelaut di dalamnya.
Kini, pasukan Korsel rutin melakukan latihan artileri di pantai.