IRAN - Iran mengatakan telah menutup sebuah institut Prancis yang berbasis di Teheran terkait kartun "asusila" dari pemimpin tertingginya di majalah satir Prancis, Charlie Hebdo.
Edisi terbaru Charlie Hebdo menampilkan karikatur yang mengejek Ayatollah Ali Khamenei dan sesama ulama Muslim Syiah yang dikirim oleh pembaca untuk mendukung protes anti-pemerintah di Iran. Beberapa kartun di antaranya eksplisit secara seksual.
Kementerian luar negeri Iran mengatakan menutup Institut Riset Prancis di Iran adalah "langkah pertama" sebagai tanggapan.
BACA JUGA:Â Kartun Charlie Hebdo Kembali Buat Kontroversi, Iran Panggil Dubes Prancis
Kementerian menyatakan tindakan itu akan mengancam aksi ebih lanjut jika Prancis tidak "meminta pertanggungjawaban para pelaku dan sponsor dari kasus penyebaran kebencian seperti itu".
BACA JUGA:Â Usai 2 Pengunjuk Rasa Dieksekusi Mati, 400 Orang Dijatuhi Hukuman Penjara 10 Tahun Terkait Protes Iran
Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amir-Abdollahian memperingatkan dalam sebuah tweet pada Rabu (4/1/2023) bahwa "tindakan penghinaan dan ofensif" penerbitan kartun terhadap "otoritas agama dan politik negaranya tidak akan berjalan tanpa tanggapan yang efektif dan tegas".
Juru bicara Kementerian luar negeri Nasser Kanani memanggil duta besar Prancis di Teheran untuk mengatakan kepadanya bahwa pihaknya tidak memiliki hak untuk membenarkan sikap tidak hormat terhadap kesucian negara lain dan negara Islam dengan dalih kebebasan berbicara".
Dalam sebuah pernyataan yang mengumumkan berakhirnya kegiatan French Institute of Research di Iran, kementerian luar negeri mengatakan pihaknya juga meninjau hubungan budaya dengan Prancis dan kegiatan budaya Prancis di Iran.
Follow Berita Okezone di Google News
Lembaga ini diketahui didirikan pada 1983 dan berafiliasi dengan kementerian luar negeri Prancis. Lembaga itu telah ditutup selama bertahun-tahun sebelum dibuka kembali selama kepresidenan Hassan Rouhani, seorang moderat yang menjabat antara 2013 dan 2021.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Prancis Catherine Colonna telah mengatakan kepada LCI TV sebelum pengumuman bahwa kebebasan pers ada di Prancis, bertentangan dengan apa yang terjadi di Iran dan penistaan bukanlah pelanggaran di bawah hukum Prancis.
Seperti diketahui, Charlie Hebdo menerbitkan karikatur Ayatollah Khamenei dalam edisi khusus yang menandai peringatan delapan tahun serangan di kantornya di Paris oleh militan Islamis Sunni yang mengklaim sebagai pembalasan atas keputusan majalah tersebut untuk menerbitkan kartun Nabi Muhammad. Dua belas orang tewas, termasuk lima kartunis majalah tersebut.
Majalah tersebut mengatakan telah menerima lebih dari 300 kartun dari pembaca dan "ribuan ancaman" setelah meluncurkan sebuah kompetisi untuk "mendukung perjuangan rakyat Iran yang berjuang demi kebebasan mereka, dengan mengejek pemimpin agama ini dari masa lampau".
Salah satu dari lebih dari 30 kartun yang diposting di situs web Charlie Hebdo menggambarkan Ayatollah Khamenei berpegangan pada singgasana raksasa di atas kepalan tangan pengunjuk rasa. Yang lain menggambarkan seorang wanita mengencingi pemimpin tertinggi. Sampul depan adalah kartun barisan ulama yang berjalan ke vagina wanita telanjang dengan pesan: "Mullah, kembalilah ke tempat asalmu."
Protes yang dipimpin wanita terhadap lembaga ulama Iran meletus pada September lalu setelah kematian seorang wanita dalam tahanan yang ditahan oleh polisi moralitas karena diduga mengenakan jilbabnya, atau kerudung secara tidak benar.
Pihak berwenang menggambarkan protes itu sebagai "kerusuhan" yang didukung asing dan ditanggapi dengan kekuatan mematikan.
Menurut Kantor Berita Aktivis Hak Asasi Manusia (HRANA), sejauh ini, setidaknya 516 pengunjuk rasa telah tewas dan 19.260 lainnya ditangkap. Dua dari mereka yang ditahan dieksekusi bulan lalu setelah persidangan yang menurut kelompok hak asasi manusia adalah kegagalan besar dalam proses peradilan.
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis Okezone.com tidak terlibat dalam materi konten ini.