JAKARTA - Terdakwa dugaan kasus pembunuhan Brigadir J, Putri Candrawathi, kembali menjalani sidang lanjutannya pada hari ini, Rabu (25/1/2023), yang beragendakan pembacaan pleidoi. Dalam persidangan, Putri pun terisak saat menceritakan, dia telah mengalami kekerasan seksual oleh Brigadir J.
Berikut isi lengkap pleidoi Putri Candrawathi:
Majelis Hakim Yang Mulia,
Para Jaksa Penuntut Umum dan Para Penasehat Hukum yang Saya Hormati, serta seluruh masyarakat yang Saya muliakan..
Sekalipun dalam kejatuhan yang sangat dalam saat ini, Saya tetap bersyukur. Tuhan memberikan kekuatan luar biasa hingga saya mampu menghadapi semua ini dan sekarang bisa membacakan di depan Majelis Hakim yang mulia dan masyarakat yang menyaksikan persidangan ini. Membacakan sebuah surat, sebuah nota pembelaan pribadi. Semoga, pembelaan ini dapat didengar secara utuh dan dipertimbangkan dengan jernih sebelum terlalu jauh menghakimi Saya atas segala tuduhan kesalahan yang tidak pernah Saya lakukan.
Dari balik jeruji ini di rumah tahanan Kejaksaan Agung, dengan tertatih-tatih mengumpulkan energi yang tersisa, Saya tuliskan sebuah surat untuk siapapun yang mau membaca dan mendengarnya dengan hati. Sebuah Nota Pembelaan dari seorang perempuan yang disakiti dan dihujam jutaan tuduhan, stigma, fitnah atas apa yang tidak pernah dilakukan. Sebuah Nota Pembelaan seorang Ibu yang dipisahkan paksa dari anak-anaknya hanya dengan dasar tuduhan yang rapuh dan mengada-ada.
Huruf demi huruf dan setiap kata yang saya tuangkan di sini mengalir membawa ingatan pada orang- orang tersayang di luar sana. Khususnya Anak-anak di rumah dan di sekolah, suami yang telah seratusan hari berpisah sejak ditahan di Mako Brimob, hingga orang tua dan seluruh sahabat yang juga ikut merasakan derita yang Kami alami.
Namun, lebih dari itu, coretan pena di lembar-lembar kertas putih ini berulang kali saya rasakan seperti irisan luka yang disobek paksa kembali dan seperti pisau yang disayatkan lagi pada perih yang belum pernah sembuh hingga saat ini. Berkali-kali. Yaitu, ketika Saya harus menjelaskan apa yang terjadi pada sore hari di rumah Kami di Magelang, 7 Juli 2022 lalu. Saya mengalami kekerasan seksual. Saya dianiaya orang yang sebelumnya selalu Kami perlakukan dengan sangat baik. Orang yang Kami anggap keluarga. Kejadian sangat pahit yang justru terjadi di hari pernikahan Kami yang ke-22. Di sisi lain, jutaan hinaan, cemooh bahkan penghakiman telah dihujamkan kepada Saya.
Bahkan, dalam perjalanan setelah persidangan saya melihat dari mobil tahanan banyak spanduk berisi makian dan paksaan agar Majelis Hakim menjatuhkan hukuman-hukuman yang menakutkan. Hukuman yang tidak sanggup saya bayangkan. Tidak sedikit pun pernah terpikirkan, peristiwa memalukan ini terjadi merenggut paksa kebahagiaan Kami.
Sering kali, Saya merasa tidak sanggup menjalani kehidupan ini lagi. Namun, Saya bersyukur, ingatan tentang pelukan, senyum bahkan air mata suami dan anak-anak menolong Saya ketika dunia seolah tak lagi menyisakan sedikitpun harapan akan keadilan. Begitu juga bayangan tentang apa yang diajarkan Almarhum Ayah puluhan tahun lalu. Beliau selalu bilang, tetaplah tegar menjalani hidup.
Majelis Hakim yang Mulia, kalaulah boleh Saya berharap, Jika Tuhan mengizinkan, semoga Saya bisa kembali memeluk putra-putri Saya. Pelukan yang paling dalam. Merasakan hangat tubuh mereka
dalam kasih-sayang seorang Ibu.
Yang Mulia, apa yang Saya sampaikan di surat ini bukanlah pembenaran ataupun sangkalan terhadap peristiwa kematian seseorang, sesuatu yang tidak pernah saya inginkan, sedikitpun tidak pernah. Sebuah kejadian yang akhirnya merenggut kebahagiaan keluarga sekaligus kehormatan saya sebagai perempuan.
Surat ini saya tulis sebagai penjelasan Saya secara langsung di depan persidangan yang sangat terhormat ini, bahwa Saya tidak pernah sekalipun memikirkan; apalagi merencanakan; ataupun bersama-sama berniat membunuh Siapapun.
Majelis Hakim Yang Mulia
Para Jaksa Penuntut Umum dan
Para Penasehat Hukum yang Saya Hormati
Sebagai seorang perempuan, saya dilahirkan dari rahim Ibu seorang pendidik dan sosok Ayah tentara. Saya sangat terkesan bagaimana Ibu, seorang guru SMA, mengajarkan ketulusan dan nilai-nilai kehidupan. Dari Ibu, Saya belajar mengasihi, berbuat baik untuk siapa saja dan dipacu untuk mendapatkan pendidikan sebaik-baiknya. Sementara dari Ayah, Saya belajar tentang disiplin dan ketegaran dari setiap tantangan hidup yang harus Kami jalani.
Ayah saya, purna tugas dengan pangkat Brigjen TNI - Angkatan Darat dan terakhir mengabdi dalam posisi sebagai Direktur Zeni di Markas Besar Angkatan Darat. Kecintaannya yang sangat kuat terhadap tanah air juga tertanam dalam ingatan dan sikap Kami anak-anaknya.
Meskipun saya perempuan, kedua orang tua saya menuntut semua anak-anaknya memprioritaskan pendidikan. Saya menyelesaikan pendidikan S1 pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti, dan melanjutkan studi di bidang Bahasa dan Jurnalistik pada Universitas Negeri di Pittsburgh – Amerika Serikat. Tuntunan orang tua telah mendorong saya untuk selalu berprestasi di antara peserta didik, termasuk ketika saya menempuh studi di luar negeri. Kedua jenjang pendidikan tersebut saya selesaikan dengan baik.
Dari kedua orang tua, saya belajar tentang Nilai hidup kesetiaan, ketegaran, serta mencurahkan perhatian penuh terhadap keluarga. Hingga saat ini nilai hidup mereka adalah inspirasi sepanjang hidup yang tidak akan saya lupakan. Apalagi, hidup sebagai anak dalam keluarga tentara tidaklah mudah dijalani.