Andresem mengatakan di negara-negara seperti Swedia, Norwegia, dan Denmark, tindakan semacam itu "diizinkan untuk melindungi kebebasan berekspresi."
Seorang pengusaha Denmark berusia 51 tahun Dorchemie Svain menggambarkan Paludan sebagai "orang gila", mengatakan dia tidak mengerti mengapa polisi dan negara diizinkan mencurahkan begitu banyak waktu untuk pria ini.
"Jika itu memprovokasi orang-orang ini, Anda tidak akan melakukannya. Mengapa Anda melakukan ini? Saya pikir Anda tidak boleh melakukannya. Mengapa Anda melakukannya jika perilaku seperti itu membuat orang marah atau kesal?," ujar Svain.
Warga Denmark lainnya, yang meminta namanya dirahasiakan, mengatakan aksi Paludan hanya menimbulkan masalah.
Presiden Komunitas Muslim Denmark Mohamed Nehme, yang menyaksikan pembakaran Alquran Paludan, mengatakan umat Islam bertindak bijak dalam menghadapi tindakan provokatif itu.
"Kami terluka, tapi untungnya kami tidak bereaksi. Kitab suci kami, Al-Qur'an, ada di hati kami. Tidak ada yang bisa mencabutnya dari hati kami," katanya.
Diwartakan Yeni Safak, sekelompok Muslim di Denmark pada Minggu, (29/1/2023) berkumpul di luar Kedutaan Besar Turki di Kopenhagen untuk memprotes pembakaran salinan Alquran yang provokatif.