Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Turun Gunung! SBY Pertanyakan Urgensi Ubah Sistem Pemilu

Carlos Roy Fajarta , Jurnalis-Minggu, 19 Februari 2023 |11:25 WIB
Turun Gunung! SBY Pertanyakan Urgensi Ubah Sistem Pemilu
SBY (Foto: Dok Okezone)
A
A
A

JAKARTA - Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mempertanyakan urgensi sejumlah pihak yang ingin mengubah sistem Pemilihan Umum (Pemilu) dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup.

SBY mempertanyakan hal tersebut melalui akun resmi Facebooknya pada Sabtu 18 Februari 2023.

SBY mengatakan bahwa selama ini dirinya sudah lama tidak bicara soal politik. Namun, kata dia, sebagai warga negara ia memiliki hak asasi saya untuk peduli dan menyampaikan pendapat.

"Materi yang ingin saya sampaikan ini, tentu berangkat dari niat dan tujuan yang baik, serta hendak saya sampaikan secara baik pula," tulis SBY.

SBY mengaku mulai tertarik dengan isu penggantian sistem pemilu, dari sistem proporsional terbuka menjadi sistem proporsional tertutup. Informasinya, Mahkamah Konstitusi (MK) akan segera memutus mana yang hendak dipilih dan kemudian dijalankan di negeri ini.

Baca juga: SBY Turun Gunung, Dapat Informasi Intelijen MK Akan Putuskan Gugatan Sistem Pemilu

"Sebelum yang lain, dari sini saya sudah memiliki satu catatan. Benarkah sebuah sistem pemilu diubah dan diganti ketika proses pemilu sudah dimulai, sesuai dengan agenda dan 'time-line' yang ditetapkan oleh KPU," kata SBY.

SBY mempertanyakan maksud pihak-pihak yang menggugat sistem pemilu di tengah sudah berjalannya tahapan Pemilu 2024 oleh KPU RI.

Baca juga: Sistem Pemilu Proporsional Tertutup: Pengertian, Kelebihan dan Kekurangan

"Tepatkah di tengah perjalanan yang telah direncanakan dan dipersiapkan dengan baik itu, utamanya oleh partai-partai politik peserta pemilu, tiba-tiba sebuah aturan yang sangat fundamental dilakukan perubahan," tanya SBY dalam tulisannya.

Hal tersebut disampaikan SBY dengan berasumsi bahwa MK akan memutuskan sistem proporsional tertutup yang mesti dianut dalam pemilu 2024 yang tengah berjalan saat ini. SBY juga mempertanyakan kegentingan merubah sistem pemilu.

"Apakah saat ini, ketika proses pemilu telah berlangsung, ada sebuah kegentingan di negara kita, seperti situasi krisis tahun 1998 dulu misalnya, sehingga sistem pemilu mesti diganti di tengah jalan," tambah SBY.

Meskipun mengubah sebuah sistem tentu amat dimungkinkan. Namun, di masa 'tenang', SBY menyatakan akan lebih baik jika dilakukan perembugan bersama, ketimbang mengambil jalan pintas melakukan judical review ke MK.

"Sangat mungkin sistem pemilu Indonesia bisa kita sempurnakan, karena saya juga melihat sejumlah elemen yang perlu ditata lebih baik. Namun, janganlah upaya penyempurnaannya hanya bergerak dari terbuka - tertutup semata," kata SBY.

Dalam tatanan kehidupan bernegara yang baik dan dalam sistem demokrasi yang sehat, SBY mengingatkan ada semacam konvensi baik yang bersifat tertulis maupun tidak.

"Jika kita hendak melakukan perubahan yang bersifat fundamental, misalnya konstitusi, bentuk negara serta sistem pemerintahan dan sistem pemilu, pada hakikatnya rakyat perlu diajak bicara. Perlu dilibatkan. Ada yang menggunakan sistem referendum yang formal maupun jajak pendapat yang tidak terlalu formal," ucap SBY.

Menurutnya, lembaga-lembaga negara, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif tidak boleh begitu saja menggunakan kekuasaan (power) yang dimilikinya dan kemudian melakukan perubahan yang sangat mendasar yang berkaitan dengan 'hajat hidup rakyat secara keseluruhan'.

"Menurut pendapat saya, mengubah sistem pemilu itu bukan keputusan dan bukan pula kebijakan (policy) biasa, yang lazim dilakukan dalam proses dan kegiatan manajemen nasional (kebijakan pembangunan misalnya)," ungkap SBY.

SBY menegaskan bagaimanapun rakyat perlu diajak bicara dalam merubah sistem pemilihan umum.

"Kita harus membuka diri dan mau mendengar pandangan pihak lain, utamanya rakyat. Mengatakan 'itu urusan saya dan saya yang punya kuasa', untuk semua urusan, tentu tidaklah bijak," tuturnya.

Rakyat kata SBY sangat perlu diberikan penjelasan yang gamblang tentang rencana penggantian sistem pemilu itu.

"Apanya yang berbeda antara sistem terbuka dengan sistem tertutup. Mereka harus tahu bahwa kalau yang digunakan adalah sistem proporsional tertutup, mereka harus memilih parpol yang diinginkan. Selanjutnya partai politiklah yang hakikatnya menentukan kemudian siapa orang yang akan jadi wakil mereka," lanjutnya.

Sementara, jika sistem proporsional terbuka yang dianut, rakyat bisa memilih partainya, bisa memilih orang yang dipercayai bisa menjadi wakilnya, atau keduanya, partai dan orangnya.

"Rakyat sungguh perlu diberikan penjelasan tentang rencana penggantian sistem pemilu ini, karena dalam pemilihan umum merekalah yang paling berdaulat. Inilah jiwa dan nafas dari sistem demokrasi," ungkap SBY.

SBY mengaku memang tidak hendak menyampaikan pikiran tentang mana yang paling tepat antara sistem proporsional tertutup versus sistem proporsional terbuka.

"Saya hanya ingin mengingatkan bahwa perkara besar yang tengah ditangani oleh MK ini adalah isu fundamental, hakikatnya salah satu fundamental consensus dalam perjalanan kita sebagai bangsa. Apalagi, putusan MK bersifat final dan mengikat. Bagaimana jika putusan MK itu keliru? Tentu bukan sejarah seperti itu yang diinginkan oleh MK, maupun generasi bangsa saat ini," kata SBY.

"Mungkin ada yang bicara, 'tidak ada yang tidak bisa diubah di negeri ini'. Konstitusi pun bisa saja diubah. Demikian juga sistem pemilu. Pendapat demikian tidaklah salah, dan saya pun amat mengerti. Saya hanya mengingatkan dengan cara menyampaikan pertanyaan seperti ini. Kalau sebuah konstitusi, undang-undang dan juga sistem pemilu hendak diubah; mengapa dan bagaimana semua itu diubah," tulis SBY.

Bangsa yang maju dalam tatanan kehidupan yang baik kata SBY mesti mengedepankan pentingnya prinsip jurnalistik yakni "what, why, how".

"Dalam perjalanan ke depan, negeri ini harus memiliki budaya untuk selalu mengedepankan 'the power of reason'. Begitulah karakter bangsa yang maju dan rasional. Permasalahan bangsa mesti dilihat secara utuh dan seraya tetap berorientasi ke depan, serta untuk memenuhi aspirasi besar rakyatnya. Bukan pikiran dan tindakan musiman, apalagi jika bertentangan dengan kehendak dan pikiran bersama kita sebagai bangsa," tutur SBY.

Sebagaimana diketahui sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) sedang menguji materi (judicial review) Pasal 168 UU RI Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait sistem proporsional terbuka. Apabila judicial review itu dikabulkan oleh MK, maka sistem pemilu pada 2024 mendatang akan berubah menjadi sistem proporsional tertutup.

Sistem proporsional tertutup memungkinkan para pemilih hanya disajikan logo partai politik (parpol) pada surat suara, bukan nama kader partai yang mengikuti pileg.

Uji materi ini diajukan oleh enam orang, yakni Demas Brian Wicaksono (pemohon I), Yuwono Pintadi (pemohon II), Fahrurrozi (pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (pemohon IV), Riyanto (pemohon V), dan Nono Marijono (pemohon VI).

Dari 9 fraksi partai politik di parlemen DPR Senayan Jakarta, hanya PDI Perjuangan yang setuju dengan sistem proporsional tertutup. Sedangkan 8 fraksi partai politik lainnya seperti Gerindra, Golkar, Demokrat, PKB, PAN, PPP, PKS, dan Nasdem menolak sistem proporsional tertutup.

Perwakilan pemerintah dalam sidang Mahkamah Konstitusi juga menyatakan tetap mendukung sistem Pemilu menggunakan proporsional terbuka.

(Fakhrizal Fakhri )

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement