Sejumlah orang di dalam MI6 juga mengaku khawatir. "Saat itu, saya merasakan apa yang saya lakukan salah," kata seorang agen yang bekerja di Irak, yang tak pernah bicara pada media sebelumnya. Ia meminta namanya disamarkan.
"Tidak ada informasi intelijen baru atau penilaian terbaru atau kredibel yang menunjukkan Irak memulai kembali program senjata pemusnah massal, dan bahwa mereka merupakan ancaman yang ada di depan mata," kata mantan pejabat itu mengenai periode awal 2002.
"Menurut saya, dari sudut pandang pemerintah, itu adalah satu-satunya yang dapat mereka temukan... senjata pemusnah massal menjadi satu-satunya cantolan bagi mereka untuk menggantungkan pembenaran untuk perang."
Keberadaan intelijen pada musim semi 2002 tidak lengkap. Agen-agen lama MI6 di Irak hanya memiliki sedikit atau tidak ada informasi mengenai senjata pemusnah massal.
Saat itu juga ada situasi putus asa bagi agen intelijen baru dari sumber-sumber baru untuk mendukung kasus ini, terutama ketika muncul sebuah berkas rencana pada September.
Orang dalam MI6 lainnya juga mengenang saat lembaga ini memecahkan kode pesan yang berkata "tidak ada peran yang lebih penting" bagi badan intelijen tersebut selain meyakinkan publik Inggris bahwa perang ini harus dilakukan.
Mereka mengatakan, beberapa orang mempertanyakan bila pesan ini pantas, kemudian pesan itu dihapus.
Pada 12 September, Sir Richard melangkah ke kantor perdana menteri dengan berita dari sumber penting terbaru. Orang ini mengeklaim program Saddam sedang dimulai kembali dan berjanji akan mengirim rincian intelijennya segera.
Sumber informasi yang dibawa Richard ini belum melalui pengecekan penuh, dan tidak dibagikan kepada para ahli. Tapi rinciannya sudah diserahkan kepada perdana menteri.
Sir Richard membantah tuduhan bahwa dia terlalu dekat dengan kantor perdana menteri dengan menyebutnya sebagai "konyol".
Ia juga enggan berkomentar mengenai rincian sumber intelijen yang dibawa ke kantor perdana menteri tersebut.
Bagaimanapun, beberapa bulan setelah ia datang ke kantor perdana menteri itu, rincian sumber penting terbarunya tak pernah terjadi. Pada akhirnya, hal ini dianggap sebagai sesuatu yang mengada-ada, kata sumber lainnya.
Kontrol kualitas telah hancur, kata mereka.
Kemungkinan sejumlah sumber intelijen baru telah mengarang informasi demi uang atau karena mereka ingin melihat Saddam digulingkan.
Pada Januari 2003, saya bertemu dengan seorang pembelot dari badan intelijen Saddam di Yordania. Dia mengaku telah terlibat dalam membangun laboratorium bergerak [menggunakan kendaraan] untuk mengerjakan senjata biologi, agar tidak diketahui PBB.
Klaimnya berhasil masuk dalam persentasi Menteri Luar Negeri AS, Colin Powell yang dibawa ke PBB pada Februari 2003.
Padahal saat itu, sejumlah orang di dalam pemerintahan AS sudah mengeluarkan "pemberitahuan dari intelijen ke badan lainnya", bahwa informasi tersebut tidak bisa dipercaya. Sumber lain dengan nama kode "Cuverball" yang menjadi andalan AS dan Inggris, juga mengarang rincian tentang laboratorium tersebut.
Namun, patut diingat bahwa Saddam pernah sekali memiliki senjata pemusnah massal.
Beberapa minggu sebelum perang 2003, saya mengunjungi Desa Halabja di utara Irak, dan mendengarkan kesaksian warga setempat.
Suatu hari pada 1988, pasukan Saddam menyalurkan senjata kimia kepada mereka. Kebenaran tentang senjata-senjata itu, baru terungkap setelah perang.
Saddam telah memerintahkan penghancuran sebagian besar program senjata pemusnah massalnya pada awal 1990-an, setelah Perang Teluk pertama. Langkah ini diambil dengan harapan ia memperoleh catatan bersih dari pengawas senjata PBB, kata seorang ilmuwan terkemuka Irak kepada saya di kemudian hari.
Pemimpin Irak itu mungkin berharap bisa memulai kembali program tersebut di kemudian hari. Tapi dia telah menghancurkan segalanya secara sembunyi-sembunyi.
Sebagian untuk mempertahankan gertakan bahwa ia masih memiliki sesuatu yang bisa digunakan untuk melawan negara tetangga, Iran - yang saat itu baru saja berperang dengannya.
Jadi ketika Irak diminta tim pengawas PBB untuk membuktikan semua program senjata pemusnah massal sudah dihancurkan, negara itu tidak bisa melakukannya.
Seorang ilmuwan Irak kemudian mengungkapkan bahwa mereka telah membuang senyawa mematikan yang tidak diketahui oleh mata-mata barat, dengan menuangkannya ke tanah. Tapi mereka melakukannya dekat dengan salah satu Istana Saddam, dan mereka takut kalau mengakui fakta ini mereka akan dibunuh.