JAKARTA - Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Mahfud MD mengungkap penyebab adanya kekeliruan dari penjelasan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani.
Kekeliruan itu terjadi lantaran tak diberikannya laporan dugaan TPPU dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada 2017.
"Laporan itu diberikan tahun 2017, oleh PPATK, bukan tahun 2020. Tahun 2017 diberikan tidak pakai surat, tapi diserahkan oleh Ketua PPATK langsung kepada Kementerian Keuangan yang diwakili Dirjen Bea Cukai, Irjen Kementerian Keuangan, dan dua orang lainnya," kata Mahfud dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Komisi III DPR, Rabu (29/3/2023).
Pada tahun 2017, kata dia, PPATK sengaja tak memberikan laporannya memakai surat karena sensitifnya data tersebut. Namun, laporan dugaan tindak pidana pencucian uang itu tak sampai ke tangan Sri Mulyani.
"Dua tahun ndak muncul tahun 2020 dikirim lagi, ndak sampe ke Bu Sri Mulyani, sehingga bertanya ketika kami kasih itu dan yang dijelaskan yang salah," ujarnya.
Menurut dia, salah satu kesalahan Sri Mulyani adalah saat menyampaikan nilai transaksi Rp3,3 triliun yang merupakan akumulasi transaksi debit kredit pegawai Kemenkeu kepada Komisi XI DPR.
Sri Mulyani menjelaskan, nilai itu termasuk penghasilan resmi, transaksi dengan keluarga, dan jual beli harta untuk kurun waktu 2009-2023 yang telah ditindaklanjuti.
Kendati demikian, Mahfud meluruskan terkait data yang benar, nilai transaksi yang sebenarnya adalah Rp 35,5 triliun. Nilai tersebut melibatkan 461 entitas dari aparatur sipil negara (ASN) Kemenkeu, 11 entitas dari ASN kementerian/lembaga lain, dan 294 non ASN.
"Transaksi keuangan mencurigakan di pegawai Kementerian Keuangan, kemaren Ibu Sri Mulyani di Komisi XI hanya Rp 3 triliun, yang benar 35 triliun," tuturnya.
Kedua adalah transaksi keuangan mencurigakan yang diduga melibatkan pegawai Kemenkeu sebesar 53,8 triliun. Nilai tersebut melibatkan 30 entitas ASN Kemenkeu, dua entitas ASN kementerian/lembaga lain, dan 54 entitas non ASN.
"(Ketiga) Kemudian transaksi keuangan mencurigakan terkait kewenangan Kementerian Keuangan sebagai penyidik tindak pidana asal dan TPPU yang belum diperoleh data sebesar 261 (triliun)," ujar Menko Polhukam itu.
"Sehingga jumlahnya sebesar Rp349 triliun, fix," tutur dia melanjutkan.
(Fakhrizal Fakhri )