Kala itu Partai Masyumi menjadi salah satu partai kuat, bersaing dengan PNI dan PKI, dan berusaha mendapatkan suara rakyat dengan mengedepankan diri sebagai partai dengan paling banyak tokoh yang berjasa dalam revolusi kemerdekaan Indonesia.
“Slogan Masyumi paling favorit mengatakan Masyumi selalu maju ke depan sebagai pemimpin setiap kali timbul keadaan yang sulit”.
Selama masa kampanye Pemilu 1955, logo Masyumi yang bergambar bulan dan bintang menjadi sasaran, dengan lawan politik menudingnya sebagai “lambang kejahatan”.
Partai Masyumi juga tidak tinggal diam dan melancarkan serangan kepada Partai NU, mengatakan bahwa menusuk gambar Partai NU, yang mengandung huruf Arab yang suci, pada kertas suara, sama halnya menodai kesuciannya.
Sebagai organisasi keagamaan yang menganut paham ahlusunnah waljamaah, NU dan Masyumi menargetkan massa dari golongan ulama atau pesantren, dan saling serang dengan harapan bisa mendulang lebih banyak suara.
“Masyumi dan NU berupaya membangun organisasinya di atas bahu pemuka agama di desa, kiai atau guru ngaji kalau ada, haji kalau ada, pengurus masjid kalau ada atau pejabat agama pada dewan desa,” dikutip dari buku Pemilihan Umum 1955 di Indonesia.