BANTEN - Keluarga korban penyebaran konten porno tanpa persetujuan atau non-consensual intimates images, di Banten menyebut vonis enam tahun terhadap terdakwa Alwi Husen Maola tidak setimpal dengan penderitaan korban karena membekas seumur hidup.
Kakak korban, Iman Zanatul Haeri, mengatakan pihaknya bakal membuat laporan baru ke kepolisian yang menjerat pelaku dengan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Namun, Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi, menilai putusan hakim PN Pandeglang ini menjadi terobosan hukum karena jarang berupa pencabutan hak akses internet.
Iman Zanatul, mengatakan hukuman maksimal yang dijatuhkan majelis hakim PN Pandeglang pada Kamis 13 Juli 2023, adalah keberhasilan dari kekuatan viral media sosial, bukan karena sistem hukum Indonesia.
Sebab, selama delapan bulan mendampingi adiknya menjalani proses pemeriksaan, penyelidikan, hingga persidangan, kejaksaan dan pengadilan tidak berpihak pada korban.
"Kalau boleh berpendapat, itu (tuntutan maksimal) gara-gara viral. Karena saya viralkan sehari sebelum sidang putusan yang seharusnya 27 Juni 2023," ucap Iman dilansir dari BBC Indonesia, Sabtu (15/7/2023).
Kasus pemerkosaan dan penyebaran konten yang menimpa IAK mendapat perhatian warganet di media sosial Twitter setelah Iman membuat rangkaian cuitan pada 26 Juni 2023.
Ia bercerita, keputusan mempublikasikan peristiwa yang terjadi pada adiknya itu "bukan hal yang menyenangkan" karena pasti berdampak secara psikologis pada adiknya sebagai korban.
Tapi di sisi lain, Iman merasa tak ada pilihan selain memviralkan kasus tersebut agar mendapat keadilan. "Dalam proses hukum yang normal tanpa viral, hasilnya mungkin tidak akan sebaik ini dan kami dari keluarga menanggung risiko memviralkan ini," kata dia.
(Angkasa Yudhistira)