Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

HAN 2023, Ketua DPR Ingatkan Pentingnya Perlindungan Anak dari Segala Bentuk Kekerasan

Fakhrizal Fakhri , Jurnalis-Senin, 24 Juli 2023 |19:18 WIB
HAN 2023, Ketua DPR Ingatkan Pentingnya Perlindungan Anak dari Segala Bentuk Kekerasan
Ilustrasi (Foto: Istimewa/Okezone)
A
A
A

JAKARTA - Dalam peringatan Hari Anak Nasional (HAN) yang jatuh setiap tanggal 23 Juli setiap tahunnya, Ketua DPR RI Puan Maharani mengingatkan pentingnya menciptakan lingkungan yang aman untuk anak. Ia pun mendorong pemerintah bersama penegak hukum dan seluruh elemen bangsa memastikan anak-anak terbebas dari segala bentuk kekerasan.

"Mari jadikan peringatan Hari Anak Nasional 2023 sebagai momentum memperkuat komitmen untuk mengakhiri kekerasan terhadap anak,” kata Puan, Senin (24/7/2023).

Ia mengatakan bahwa masih banyaknya kasus kekerasan yang melibatkan anak sebagai korban. Puan merinci berbagai kekerasan tersebut mulai dari bentuk psikis hingga kekerasan fisik termasuk kekerasan seksual dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

“Dengan masih adanya temuan kasus yang melibatkan anak sebagai korban, hal tersebut menjelaskan bahwa anak masih berada dalam lingkungan yang tidak aman," ujarnya.

“Tren peningkatan kasus kekerasan pada anak ini membuktikan bahwa masih ada yang kurang dalam sistem perlindungan terhadap anak di Indonesia,” jelas Puan.

Dari data KemenPPPA, diketahui persentase terbesar kekerasan pada anak terjadi di lingkungan rumah tangga, yakni mencapai 53 persen. Sementara untuk pelaku persentase terbesar merupakan teman atau pacar sebanyak 29 persen dan orang tua 21 persen.

Puan menilai, diperlukan suatu sistem yang lebih kuat dalam pencegahan dan pengawasan terhadap kekerasan pada anak.

"Tentunya sistem dari Pemerintah harus didukung peran serta dari keluarga maupun masyarakat itu sendiri karena dukungan dari lingkungan terdekat akan memberikan keamanan dan kenyamanan bagi anak sehingga anak juga terbebas dari teror-teror kekerasan,” ucap mantan Menko PMK itu.

Sementara itu Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat ada sebanyak 4.683 aduan masuk kekerasan pada anak sepanjang 2022. Pengaduan paling tinggi adalah klaster Perlindungan Khusus Anak (PKA) sebanyak 2.133 kasus. Kasus tertinggi adalah jenis kasus anak menjadi korban kejahatan seksual dengan jumlah 834 kasus.

Dalam penanganan kasus kekerasan seksual pada anak, Puan menilai penegak hukum tidak cukup hanya dengan menggunakan Undang-undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dalam menjerat pelaku. Sebab saat ini Indonesia sudah memiliki UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

"Kita sekarang sudah memiliki UU TPKS yang lebih dapat melindungi anak dari kasus-kasus kekerasan seksual. Kita ketahui bersama bahwa selain perempuan, anak-anak banyak menjadi korban kekerasan seksual,” tegas Puan.

Puan menambahkan, UU TPKS merupakan UU lex specialist yang dapat memberikan perlindungan komprehensif terhadap korban kekerasan seksual.

“Penegak hukum harus berani menggunakan UU TPKS saat menangani kasus kekerasan seksual, termasuk pada anak. Maka sekali lagi kami ingatkan, Pemerintah harus segera menerbitkan aturan teknis sehingga penerapan UU TPKS semakin efektif,” lanjutnya.

Lebih lanjut, Puan mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk bergotong royong menciptakan lingkungan yang aman bagi anak. Mulai dari lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan, dan lingkungan bermasyarakat.

“Di peringatan Hari Anak ini, saya mengajak para orang tua, keluarga, guru, tenaga pendidik di luar sekolah, dan seluruh elemen masyarakat lain untuk juga menjaga kesehatan mental anak. Karena kekerasan bukan hanya datang secara fisik, tapi juga psikis,” ungkap Puan.

Cucu Bung Karno ini mengingatkan, dampak kekerasan psikis tidak lebih sedikit dibanding kekerasan fisik pada anak. Sebab, menurut Puan, luka kekerasan psikis bisa berdampak sangat panjang terhadap perkembangan anak bahkan hingga sampai dewasa.

“Perkembangan ilmu kesehatan harus bisa menjadi pelajaran untuk kita semua, bahwa kesehatan mental ini sangat berpengaruh terhadap kepribadian anak di masa yang akan datang,” sebut ibu dua anak itu.

Puan berharap orang tua memperbanyak literasi mengenai tumbuh kembang anak. Bukan hanya tumbuh kembang fisik, tapi juga dari sisi perkembangan psikis.

“Karena trauma mental yang didapat anak bisa menumbuhkan inner child atau luka batin berkepanjangan yang dapat berdampak terhadap kemajuan anak-anak kita ke depannya,” terang Puan.

Inner child sendiri terbentuk dari pengalaman buruk yang dirasakan oleh anak dan membekas hingga ia dewasa, dan biasanya akan memengaruhi perilaku seseorang dan caranya dalam mengambil keputusan. Untuk itu, Puan mendorong orang tua dan pihak keluarga memperhatikan pergaulan anaknya saat kecil.

“Dan pastikan terapkan pola asuh yang baik bagi anak. Ini penting dilakukan agar generasi penerus bangsa memiliki kepribadian yang baik demi menunjang kehidupan mereka di masa depan,” ujarnya.

Isu mengenai kesehatan mental anak memang selama ini belum banyak menjadi perhatian, padahal sangat penting dalam tumbuh kembang anak sebagai tunas penerus bangsa. Puan pun mendorong pemerintah bekerja sama dengan stakeholder terkait untuk memperkuat sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat mengenai hal ini.

"Perlu diingat, anak-anak yang bahagia dan hidup di lingkungan aman serta sehat akan lebih memiliki kepercayaan diri. Itu menjadi salah satu modal anak bertumbuh menjadi generasi emas seperti yang kita harapkan,” ucapnya.

Puan menyadari bahwa negara masih memiliki banyak tantangan dalam menciptakan generasi masa depan yang berkualitas.

Ia pun menekankan bahwa Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) yang merupakan RUU Inisiatif DPR sangat diperlukan untuk mendukung perbaikan kualitas anak Indonesia, khususnya dari kalangan kurang mampu.

"Untuk menciptakan generasi unggul, orang tua harus dibantu Pemerintah dalam mengupayakan tumbuh kembang maksimal pada anak. Salah satunya memberikan gizi seimbang bagi anak mulai dari kandungan hingga 1.000 hari pertama setelah melahirkan,” papar Puan.

Dengan tema 'Anak Terlindungi, Indonesia Maju' dalam HAN 2023, Pemerintah diingatkan untuk dapat menciptakan lingkungan yang baik bagi anak-anak di seluruh pelosok negeri. Puan menuturkan, diperlukan dukungan kesehatan dan pola asuh yang optimal agar anak-anak Indonesia terlindungi.

"Untuk menciptakan generasi berkualitas, pastinya dukungan untuk ibu juga sangat diperlukan. Oleh karenanya, DPR menginisiasi RUU KIA karena DPR memahami perkembangan anak tidak terlepas dari peran ibu,” urainya.

Puan pun berharap RUU KIA dapat segera terealisasi menjadi UU dan mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk kalangan industri. Salah satunya dengan memberikan kesempatan bagi ibu bekerja untuk memiliki ruang menjalankan perannya dalam memberikan pengasuhan terbaik bagi anak sambil menjalankan tanggung jawabnya sebagai pekerja.

"Karena ibu bekerja memperkuat kestabilan keuangan keluarga yang memberikan kontribusi bagi kemajuan perekonomian negara dan angka kesejahteraan rakyat," tegas Puan.

Pada peringatan HAN 2023, Puan juga mengingatkan mengenai hak pendidikan bagi anak yang harus diberikan secara merata untuk seluruh anak Indonesia. Sebab menurut data UNICEF, sekitar 4,1 juta anak-anak di Indonesia yang berusia 7-18 tahun tidak mendapat pendidikan atau bersekolah pada tahun 2021.

Angka tersebut masih jauh dari target Sustainable Development Goals (SDGs) yang menargetkan tidak ada anak yang tidak bersekolah pada tahun 2030. Oleh karenanya, Puan mendorong Pemerintah didukung oleh seluruh elemen bangsa untuk meningkatkan program pendidikan dan memperluas pendidikan gratis, khususnya bagi anak dari keluarga tidak mampu.

"Semua anak Indonesia harus bisa bersekolah. Tidak boleh ada yang tidak sekolah karena hambatan biaya. Sangat penting bahwa semua anak Indonesia memiliki kesempatan yang sama untuk bisa mendapatkan pendidikan," katanya.

Di samping itu, Puan mengapresiasi adanya program Sekolah Ramah Anak (SRA) yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang aman, sehat, dan menyenangkan bagi anak sekolah. Penerapan SRA ini tidak hanya mengandalkan peran dari pihak guru dan sekolah saja, melainkan juga dari siswa sendiri, orang tua, serta masyarakat.

SRA merupakan upaya untuk mengajak orang dewasa di sekolah berperan sebagai orang tua dan sahabat siswa saat di sekolah sehingga anak merasa lebih aman, nyaman, dan bahagia, serta terbebas dari gangguan mental dan fisik.

"Tiap sekolah hendaknya menciptakan Sekolah Ramah Anak atau SRA sesuai standar yang telah ditetapkan sehingga anak-anak merasa terlindungi selama berada di sekolah, dan tentunya sekolah harus zero kekerasan,” tutur Puan.

(Fakhrizal Fakhri )

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement