Kemudian UU No.19 PNPS/1965 diganti dengan UU 89/1989, dan terakhir diganti dengan UU 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, dan Undang-Undang inilah yang menghilangkan mata ajar Pancasila dan matakuliah Pancasila. Tegas Karjono.
Sudah 23 tahun lebih sejak reformasi bangsa Indonesia termasuk generasi milenial atau yang saat ini dikenal dengan generasi Z, ditinggalkan Pancasila, dulu ada mata pelajaran budi pekerti, PKK, PPKN, CIVIC, PMP, Pancasila dan semasa kuliah ada kuwiraan, budaya dasar, Pancasila namun itu semua tinggal kenangan.
Kondisi memprihatinkan jika kita melihat hasil survey SMRC, benar menyebut Pancasila sebanyak 64,6 persen, skor toleransi 49,1 persen, sikap bila ada gagasan yang hendak mengganti Pancasila dengan Ideologi lain antara 9,5 persen sampai dengan 11,8 persen.
Survey dari BNPT bahwa 85 persen generasi milenial rentan terpapar radikalisme, bahkan survey Setara Intitute bahwa 83,3 persen siswa SMA Pancasila bukan Ideologi permanen. Maka menjadi tugas kita untuk kembali ke sejarah sejatinya Pancasila, anak didik dan mahasiswa paham nilai-nilai Pancasila.
Tenaga pendidik (guru dan dosen) diwajibkan memiliki kepribadian Pancasila sebagai bentuk komitmen dalam meneruskan nilai-nilai luhur Pancasila kepada generasi muda, sehingga keberadaan Pancasila tetap kuat dan terjaga dalam pembangunan bangsa yang harmonis dan berkualitas.
Setelah reformasi Pancasila tergugah kembali diawali oleh Bapak M.Taufiq Kiemas sejak terpilih secara aklamasi menjadi Ketua MPR pada bulan Oktober 2009, Taufiq langsung tancap gas mengadakan rapat dengan ketua-ketua Fraksi MPR untuk menyusun program Sosialisasi UUD 1945, termasuk Pancasila. Disinilah muncul gagasan Empat Pilar berbangsa dan bernegara.
Almarhum Taufiq Kiemas sebagai Bapak Empat Pilar MPR R.I. Warisan tersebut sangat berguna bagi menjaga keberlangsungan masa depan Indonesia. Sehingga tidak terpecah belah akibat suku, agama, ras, maupun antar golongan (SARA). Empat Pilar merajut keberagaman sebagai kekuatan bangsa Indonesia, bukan sebagai sumber pertikaian.