Meskipun polusi udara terus menurun di Tiongkok selama bertahun-tahun, polusi udara justru meningkat di Asia Selatan hingga mencapai titik di mana polusi udara mempunyai dampak yang lebih besar terhadap harapan hidup dibandingkan penggunaan tembakau atau air yang tidak aman.
Di India, risikonya sangat tinggi, hal ini disebabkan oleh kepadatan penduduk dan banyaknya orang yang tinggal di daerah perkotaan yang sangat berpolusi. Pada 2021, polusi partikulat di India melebihi pedoman WHO.
Ada berbagai faktor yang berperan. Seperti negara-negara ini telah mengalami pertumbuhan populasi, pembangunan ekonomi, dan industrialisasi yang eksplosif selama 20 tahun terakhir. Permintaan energi dan penggunaan bahan bakar fosil pun meroket. Di Bangladesh, jumlah mobil di jalan meningkat tiga kali lipat dari 2010 hingga 2020.
Praktik lain seperti pembakaran tanaman, yang dilakukan banyak petani saat membuka lahan untuk panen, dan penggunaan tempat pembakaran batu bata juga berkontribusi terhadap peningkatan polusi.
Pemerintah di wilayah-wilayah tersebut telah mulai membentuk inisiatif dan kebijakan untuk mengurangi polusi, namun mungkin menghadapi tugas yang lebih berat karena perbedaan kekuatan ekonomi dan infrastruktur, kata laporan tersebut.
“Negara-negara yang mengalami polusi terburuk saat ini tidak memiliki alat yang mereka perlukan untuk mengisi lubang-lubang mendasar dalam pengelolaan kualitas udara, seperti membuat data kualitas udara yang dapat diandalkan dan dapat diakses publik,” kata laporan tersebut.
Afrika, yang juga merupakan pusat polusi, juga menghadapi kesulitan serupa. Meskipun terdapat dana global yang besar untuk membantu negara-negara Afrika melawan risiko kesehatan seperti HIV/AIDS, malaria dan TBC, tidak ada dana serupa yang didedikasikan untuk memerangi polusi.
Bantuan dari organisasi internasional dan donor swasta bisa sangat membantu dalam membangun infrastruktur yang dibutuhkan. Namun saat ini, hal itu tidak terjadi.
(Susi Susanti)