JAKARTA - Gubernur nonaktif Papua, Lukas Enembe ngamuk di persidangan dan dilarikan ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta Pusat, guna menjalani perawatan.
Okezone mengulas 5 fakta Lukas Enembe ngamuk di persidangan dan dilarikan ke rumah sakit. Berikut ulasannya:
1. Lukas Enembe Dilarikan ke Rumah Sakit karena Tekanan Darahnya Tinggi
Lukas Enembe dilarikan ke rumah sakit karena tekanan darahnya tinggi saat menjalani sidang perkara dugaan suap dan gratifikasi terkait sejumlah proyek pada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua.
Awalnya, tim Kuasa Hukum Lukas Enembe, Petrus Bala Pattyona meminta kepada majelis hakim untuk menunda sidang karena kondisi kliennya sudah tidak memungkinkan untuk menjalani sidang pemeriksaan sebagai terdakwa. Terlebih, Lukas kerap naik pitam saat dikonfirmasi oleh tim jaksa.
2. Lukas Enembe Sempat Diperiksa Tim Dokter KPK
Lukas pun diperiksa oleh tim dokter Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hasil pemeriksaan tim dokter KPK menunjukkan bahwa tekanan darah Lukas Enembe cukup tinggi yakni 180/100. Oleh karenanya, tim dokter KPK merekomendasikan agar Lukas dibawa ke RSPAD Gatot Soebroto.
"Dari hasil pemeriksaan dokter terhadap terdakwa, tensi 180 per 100, kemudian dokter merekomendasikan untuk yang bersangkutan dilakukan penanganan lanjut ke IGD RSPAD," ucap seorang jaksa KPK ke majelis hakim di ruang sidang Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (4/9/2023).
"Sekarang ya?" tanya Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh yang memimpin sidang Lukas Enembe ke jaksa.
"Iya," ucap jaksa.
3. Lukas Enembe Ngamuk dan Bentak Jaksa
Lukas Enembe bentak Jaksa KPK saat dikonfirmasi soal aliran uang.
Lantaran direkomendasikan oleh tim dokter KPK, Majelis Hakim lantas memutuskan untuk menunda sidang pemeriksaan terdakwa Lukas Enembe. Hakim Rianto Adam Pontoh mempersilakan Lukas untuk dibawa ke rumah sakit.
"Itu kalau dilihat dari tensi yang terakhir dibacakan itu cukup tinggi, jadi persidangan ini belum bisa kita lanjutkan ya untuk hari ini, dan sebagaimana rekomendasi dari dokter untuk segera Lukas masuk pakai kursi roda," kata Hakim Rianto.
Hakim Rianto mengingatkan bahwa Lukas Enembe memiliki riwayat penyakit stroke. Oleh karenanya, sidang pemeriksaan Lukas sebagai terdakwa ditunda hingga Rabu, 6 September 2023.
"Jadi, untuk itu persidangan untuk hari ini tidak bisa kami lanjutkan. Nanti Insya Allah akan dilanjutkan kembali pada hari Rabu, 6 Septeber 2023 untuk jadwal pemeriksaan terdakwa," kata Hakim Rianto.
"Hari ini ke UGD dulu untuk dilanjutkan pemeriksaan oleh tim dokter," imbuhnya.
4. Lukas Enembe Lempar Microphone saat Ngamuk ke Jaksa KPK
Diketahui, Lukas Enembe ngamuk saat dikonfirmasi oleh tim jaksa soal dugaan pemberian uang dari Bos PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka. Lukas juga sempat melempar microphone saat dikonfirmasi tim jaksa soal penukaran uang kepada pihak swasta, Dommy Yamamoto.
5. Lukas Enembe Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp46,8 Miliar
Sekadar informasi, Lukas didakwa telah menerima suap dan gratifikasi sebesar Rp46,8 miliar. Dengan rincian, ia menerima suap sebesar Rp45.843.485.350 (Rp45,8 miliar) dan gratifikasi sebesar Rp1 miliar. Suap dan gratifikasi itu berkaitan dengan proyek pengadaan barang dan jasa di Papua.
Lukas didakwa oleh tim jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima suap bersama-sama dengan Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum Papua 2013-2017, Mikael Kambuaya dan Kadis Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) 2018-2021, Gerius One Yoman.
BACA JUGA:
Adapun, uang suap itu berasal dari Direktur sekaligus Pemilik PT Melonesia Mulia, PT Lingge-lingge, Piton Enumbi sejumlah Rp10.413.929.500 (Rp10,4 miliar). Kemudian, sebesar Rp35.429.555.850 (Rp35,4 miliar) berasal dari Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, Direktur PT Tabi Bangun Papua sekaligus pemilik manfaat CV Walibhu, Rijatono Lakka.
Suap tersebut bertujuan agar Lukas Enembe, Mikael Kambuaya, dan Gerius One Yoman mengupayakan perusahaan-perusahaan milik Piton dan Rijatono dimenangkan dalam proyek pengadaan barang dan jasa di Lingkungan Pemerintah Provinsi Papua Tahun Anggaran 2013-2022.
Selain itu, Lukas juga didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp1 miliar dari Direktur PT Indo Papua, Budy Sultan melalui perantaraan Imelda Sun. Gratifikasi tersebut dapat dikatakan suap karena diduga berkaitan dengan proyek di Papua.
Uang sebesar Rp1 miliar tersebut, dianggap KPK sebagai bentuk gratifikasi yang bertentangan dengan jabatan Lukas selaku Gubernur Papua. Lukas juga tidak melaporkan penerimaan uang sebesar Rp1 miliar tersebut ke lembaga antirasuah dalam kurun waktu 30 hari.
(Fakhrizal Fakhri )