MALANG - Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) membuat para pedagang di dalam area Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) mengeluh. Sebab para pedagang ini mengalami penurunan omzet penjualan secara drastis hingga nyaris 50 persen.
Penurunan dialami semenjak pintu masuk dari empat wilayah pada kawasan TNBTS ditutup sejak Rabu (6/9/2023). Pantauan di lokasi wisata Gunung Bromo, memang aktivitas jual beli di warung-warung makan masih ada.
Namun mayoritas pembelinya adalah petugas yang memadamkan api dan relawan. Tak ada wisatawan yang masuk membuat mereka memilih untuk mengurangi porsi jualannya.
Sebagaimana yang dialami Karyanto, penjual bakso uang sehari-hari berjualan di dekat pos Jemplang, Desa Ngadas, Poncokusumo, berujar seminggu terakhir omzet dagangannya turun drastis. Bahkan untuk meminimalisir kerugian ia sengaja mengurangi porsi yang dijualnya.
"Ya terpaksa dikurangi biar nggak rugi. Kalau biasanya sehari-hari di hari biasa 1 juta, mentok (dapat) 800 (ribu), ini 700 (ribu), 600 (ribu)," kata Karyanto ditemui di deretan warung sekitar Pos Jemplang.
Menurut warga Desa Duwet Krajan, Tumpang ini, sepinya pembeli sudah dialami sejak kawasan Gunung Bromo tutup total. Padahal saat adanya penutupan pintu masuk secara bergantian itu, omzetnya tak anjlok drastis. Kini mayoritas pembeli saat ini mengandalkan petugas pemadaman api di kawasan Gunung Bromo.
"Turun semingguan ini waktu tutup total Bromo. Ya mau gimana lagi, waktunya tutup, semoga apinya segera padam biar bisa normal kembali," tuturnya.
Hal serupa dialami Jayati pedagang kopi dan makanan ringan yang mengaku hingga Selasa siang, kopi dan makanan mie instan yang dijual baru sedikit. "Biasanya jam segini udah banyak, ini sepi, kayak turun separuhnya," ucapnya.
BACA JUGA:
Jayati sendiri baru berjualan hari pertama ini karena sebelumnya ia libur peringatan Hari Raya Karo selama 21 hari. Selama itulah ia memilih tak berjualan demi melakukan serangkaian proses upacara keagamaan adat masyarakat Tengger.
"Ini baru buka pertama, jadi belum tahu berapa omzetnya, tapi kalau dari tadi dilihat dari kopi dan makanan yang terjual ada penurunan, biasanya siang gini sudah ramai," ucapnya.
BACA JUGA:
Hal serupa dialami Jumari, pedagang makanan nasi lalapan yang mengaku turun sudah sepekan terakhir. Bahkan demi mengatasi kerugian ia mengurangi porsi memasaknya.
"Hari biasa gini biasanya 150 dapat dari buka pagi sampai sore, ini separuhnya nggak ada. Makanya masak nasi dan lauknya nggak banyak biar nggak rugi," kata Jumari, warga Desa Ngadas, Poncokusumo, Kabupaten Malang.
(Fakhrizal Fakhri )