Dalam buku Mencari Kiri, Kaum Revolusioner Indonesia dan Revolusi Mereka (2011) disebutkan pria kelahiran Medan 27 April 1907 itu sempat bermalam di Purwodadi. Di malam yang sama, pergolakan panas telah terjadi di Madiun.
Soemarsono, Ketua Komite tetap Kongres Pemuda yang bertempat di Madiun melakukan gerakan yang menekan tentara. Semua kesatuan tentara yang dianggap mengganggu keamanan umum kota, ia lucuti.
Secara radikal, Soemarsono mengganti residen Sumadikun yang tidak di tempat dengan Wakil Wali Kota Supardi dari FDR. Suhu politik Madiun pun sontak panas. Pada 18-19 September 1948 malam, Amir beserta rombongan, yakni termasuk Musso bergerak ke Madiun.
Mereka datang untuk memenuhi permintaan pimpinan FDR setempat. Presiden Soekarno pada 19 September 1948 petang menyebut peristiwa Madiun sebagai kudeta. Bung Karno mengutuk kudeta PKI Musso dan Amir Syarifuddin di Madiun.
Bung Karno juga berseru kepada golongan loyalis untuk merebut Madiun. “Pilih Soekarno-Hatta atau Musso dengan PKI nya,” tegas Soekarno.
Tak tinggal diam, pada 23 September 1948, Amir berusaha membalas Soekarno dengan pidato tandingan yang menyatakan menolak tuduhan kudeta. Amir juga berusaha mendinginkan suasana politik.
“Pidato Amir melalui radio Madiun menolak tuduhan kudeta kaum komunis di Madiun, dan berusaha meredakan suasana,” ujarnya.