“Namun, tim PBB dijadwalkan melakukan perjalanan dari Benghazi ke Derna hari ini namun tidak diizinkan untuk melanjutkan perjalanan,” tambahnya.
Rumah Wali Kota Derna, Abdulmenam al-Ghaithi, telah menjadi pusat kemarahan masyarakat.
Warga mengatakan mereka tidak cukup diperingatkan oleh para pejabat, yang mereka yakini pasti sudah mengetahui akan terjadi curah hujan dalam jumlah besar.
Mereka mengatakan bahwa mereka juga diberi peringatan untuk tetap berada di rumah dibandingkan disuruh mengungsi, meskipun para pejabat menyangkal hal tersebut.
Sejak tergulingnya pemimpin lama Muammar Khadafi, Libya terpecah oleh perebutan kekuasaan dan saat ini memiliki dua pemerintahan, satu pemerintahan yang diakui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berbasis di Tripoli, dan satu lagi di timur negara itu yang didukung oleh panglima perang Jenderal Khalifa Haftar.
Ia menyebut banjir tersebut sebagai bencana alam namun banyak warga Libya yang tidak sependapat, dan mengatakan bahwa pemerintah Libya timur telah mengabaikan bendungan tersebut meskipun sudah ada peringatan sebelumnya mengenai kondisi bendungan tersebut yang rapuh.
Berbicara dari ranjang rumah sakitnya di Benghazi, Abdelqader al-Omrani, 48 tahun, mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa dia dan orang lain yang tinggal di dekat bendungan telah “memperingatkan pemerintah kota dan menuntut perbaikan” setelah melihat kebocoran pada dua tahun lalu.