Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Perubahan Pola Pikir Orangtua Bantu Cegah Stunting

Widya Michella , Jurnalis-Sabtu, 23 September 2023 |07:27 WIB
Perubahan Pola Pikir Orangtua Bantu Cegah Stunting
Pola pikir orangtua bisa cegah stunting (Foto: Istimewa)
A
A
A

JAKARTA - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan bahwa perubahan pola pikir orang tua dapat menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tinggi atau rendahnya angka stunting.

Jika pola pikir orang tua dapat diubah walau dalam perekonomian keluarga terbatas akan tetapi tetap bisa memprioritaskan kebutuhan-kebutuhan yang penting.

"Pola pikir itu kalau bisa diubah, 70 persen bisa menurunkan stunting. Kebutuhan protein hewani anak, kalau orang tua yang punya pola pikir baik seperti itu, maka akan sadar juga pentingnya memperhatikan makanan anak, tidak hanya mie dan mie, tetapi telur dan ikannya dipenuhi, ujar Hasto pada diskusi bersama media di Jakarta, Jumat 22 September 2023.

Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) angka stunting di sekarang masih tinggi dimana berada di angka 21,6 persen, sedangkan saran dari Organisasi Kesehatan Dunia, standar prevalensi stunting harus di bawah 20 persen.

Sehingga, program-program yang melibatkan seluruh unsur masyarakat terkait percepatan penurunan stunting mesti digenjot agar berhasil mencapai target sesuai arahan Presiden, yakni 14 persen di tahun 2024.

"Stunting sekarang menjadi kepentingan semua pihak. Tidak ada kepala desa yang tidak khawatir dengan stunting, karena dana desanya sudah diarahkan untuk stunting. Puskesmas juga sibuk mencari cara untuk mengelola makanan lokal dan dibagikan pada keluarga berisiko stunting,"ucapnya.

Kemudian guna mengejar penurunan angka stunting tersebut, BKKBN bersama seluruh pemangku kepentingan telah mengarahkan berbagai program untuk mengatasi angka stunting dari hulu.

"Pola pikir kawin usia muda, terlalu tua, terlalu sering hamil, dan terlalu banyak (anak) ini sekarang sedang kita hapus, karena ini kan terkait pola pikir yang termasuk faktor jauh (penanganan sensitif atau tidak langsung). Kalau faktor jauhnya bagus, maka bisa dipastikan anaknya tidak akan stunting,"kata dia.

Bahkan salah satu pasiennya yang menempuh pendidikan S2 juga ada yang belum memahami pentingnya menjaga angka kelahiran. Kasus ini menjadi salah satu contoh dimana pendidikan tinggi tidak menentukan pola pikir seseorang bisa bagus, dan dampaknya akan memunculkan angka stunting yang semakin tinggi.

"Saya bertemu pasien yang sudah S2, jadi anaknya yang pertama umur 1 tahun 3 bulan, tetapi dia sudah hamil lagi 6 bulan, terus saya tanya, ibu kan S2, apakah tidak sadar kalau ini jaraknya terlalu dekat? Jawabannya sederhana, ini dokter, sekalian repotnya,"ucapnya.

Dia menyebut anak yang jaraknya terlalu dekat, akan mengalami stres. Pertama, bayi yang di luar stres karena puting ibu disedot terus-menerus, tetapi ASI tidak produktif karena ibu mengandung, sehingga plasentanya menghasilkan hormon estrogen dan progesteron, yang bisa mengurangi produksi ASI," tuturnya.

Untuk itu, ia menekankan kepada seluruh pemerintah daerah untuk melakukan edukasi yang masif melalui Tim Pendamping Keluarga (TPK), para kader, Generasi Berencana (Genre), tim Bina Keluarga Balita (BKB), Bina Keluarga Remaja (BKR), dan seluruh masyarakat hingga tingkat RT atau RW, untuk mengubah pola pikir masyarakat yang akan menjadi tolak ukur keberhasilan program percepatan penurunan stunting.

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement