JAKARTA - Perang dingin terjadi antara golongan ksatria para pejabat dengan kaum brahmana atau pemuka agama di Tumapel. Hal ini karena tak lain sifat kesewenang-wenangan pemimpin bernama Tunggul Ametung terhadap para pemuka agama kala itu.
Memang sejak lama keturunan Airlangga yang menjadi raja-raja ini memiliki sekat dengan kaum pemuka agama. Bahkan hal ini juga yang diamati oleh Ken Arok, yang terlahir dari golongan sudra kasta terendah dalam agama hindu.
BACA JUGA:
Di banyak kasus berdasarkan analisis Ken Arok, kaum brahmana hanya mampu tunduk di bawah kekuasaan para kaum ksatria. Hal ini juga konon muncul ketika peristiwa penculikan anak brahmana Mpu Purwa bernama Ken Dedes.
Sebagaimana dikutip dari "Hitam Putih Ken Arok : Dari Kejayaan Hingga Keruntuhan", Tunggul Ametung mengeluarkan kata-kata yang seolah mengejek. "Semua brahmana telah takluk menyembah pada kaum satria. Apakah Mpu Purwa, ayahmu, belum ajarkan itu padamu?" Kata-kata Tunggul Ametung itu menunjukkan betapa kerasnya pertentangan antara kaum brahmana versus kaum satria saat itu.
BACA JUGA:
Dalam kondisi seperti itulah, kaum brahmana, seperti dikatakan Tunggul Ametung sendiri telah menyusun kekuatan, mereka sesama brahmana tengah menggalang persekutuan. Meski jika agenda penggalangan kekuatan ini diketahui, maka tak segan, raja dan pejabat istana akan memberikan hukuman yang sangat menyakitkan.
Namun, kaum brahmana tetap nekad untuk terus berusaha menjalin kekuatan dalam menghadapi arogansi dan dominasi kaum satria. Lohgawe sebagai salah seorang brahmana sangat berharap kepada Ken Arok yang dinilai sangat cerdas, genius dan berani.