Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Mengulas Peran Penting Nenek Buyut Besarkan Pangeran Diponegoro hingga Terkenal Religius

Avirista Midaada , Jurnalis-Sabtu, 07 Oktober 2023 |09:20 WIB
Mengulas Peran Penting Nenek Buyut Besarkan Pangeran Diponegoro hingga Terkenal Religius
Pangeran Diponegoro (Foto: Ist)
A
A
A

PANGERAN Diponegoro konon sudah sejak muda memiliki karakter kuat yang terbentuk dari orang-orang di sekelilingnya. Sosok ibu dan neneknya menjadi sosok yang berperan penting membentuk karakter sang pangeran.

Alhasil ketika tumbuh dewasa Pangeran Diponegoro terkenal religius. Ia menjadi satu dari banyak pahlawan nasional Indonesia yang turut berjuang mengusir penjajah.

Sosok kereligiusan Pangeran Diponegoro sejak kecil hingga dewasa tak bisa dilepaskan dari peran keluarganya, terutama para kerabat perempuan di keluarga besarnya juga. Pembentukan karakter dan pandangan hidupnya tak bisa dilepaskan ibu dan neneknya.

Dikisahkan pada buku "Takdir Riwayat Pangeran Diponegoro 1785 - 1855" tulisan Peter Carey, konon Ibu Diponegoro merupakan selir dari Sultan Hamengku Buwono III bernama Raden Ayu Mangkorowati, yang melahirkan Diponegoro saat usia 15 tahun. Ia adalah keturunan dari tokoh besar Kiai Ageng Prampelan, seorang tokoh yang satu masa dengan Raja Mataram Islam pertama Panembahan Senapati.

Diponegoro kecil hingga muda dihabiskan dalam pendidikan ibu dan nenek buyutnya Ratu Ageng, atau disebut Ratu Ageng Tegalrejo, yang merupakan anak perempuan Kiai Ageng Derpoyudo, guru agama terkenal yang dimakamkan di Majangjati, dekat Sragen.

Ketika Diponegoro masih bayi, Ratu Ageng inilah yang menjadi pelindungnya setelah pendiri Keraton Yogya, meramalkan suatu masa depan yang luar biasa untuk Diponegoro, yang masih bayi. Saat itu, Sultan Mangkubumi mengenali adanya kedalaman spiritual tertentu dalam diri Diponegoro, yang membedakannya dari anggota keluarga lainnya.

Inilah yang membuat Diponegoro belajar agama Islam begitu serius sejak kecil. Ada kaitannya masa muda Ibu Diponegoro, yang baru berumur belasan tahun saat melahirkan, mempengaruhi keputusan raja lanjut usia itu. Meski demikian, saat bagi perempuan Jawa menjadi pengantin remaja dan ibu saat masih remaja merupakan hal yang biasa, termasuk di dalam lingkungan keraton.

Konon hingga berusia 18 tahun Diponegoro berada dalam pengasuhan para perempuan yang kuat. Hal itu yang menyumbang pengembangan aspek feminim wataknya, seperti kepekaan dan intuisi nuraninya. Ini kelak menjadi nyata dalam bakatnya untuk membaca watak melalui ekspresi wajah, yang disebut orang Jawa sebagai ngelmu firasat atau ilmu fisiognomi.

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement