Jumlah korban jiwa yang melonjak dalam perang ini merupakan yang tertinggi sejak Israel secara sepihak menarik diri dari wilayah pesisir kecil tersebut pada 2005 – sebuah periode yang telah menyaksikan empat perang Gaza sebelumnya.
Seluruh lingkungan telah diratakan, para ahli bedah beroperasi tanpa obat bius, dan truk es krim telah menjadi kamar mayat darurat.
Dalam situasi yang kacau, para relawan dan tetangga terus berupaya mencari para korban. Kadang-kadang dengan tangan kosong, menembus pecahan beton dan pasir untuk mengevakuasi korban sipil.
Seringkali mereka hanya menemukan mayat-mayat yang bertumpuk, terbungkus kain kafan putih yang berlumuran darah.
(Susi Susanti)