Lebih lanjut, Syafrizal mengungkap bahwa sebagian warga memilih bertahan di perkampungan tersebut meski telah ditawarkan opsi uang kerohiman. Sebab, menurutnya warga yang bermukim menginginkan pembayaran ganti rugi meski itu merupakan tanah negara.
"Tapi dari pihak sana atau warga sana itu bertahan bahwa ini perkampungan mereka. Kita tidak ingin terjadi ramai ramai, ribut-ribut kita menyediakan opsi memberikan kerohiman terhadap orang yang menjadi penggarap tersebut. tentu kerohiman nilainya ada yang memadai ada yang tidak sesuai dengan harapan mereka karena ingin ganti rugi per meter sekian juta gitu itu nggak mungkin karena ini tanah negara," tuturnya.
Sementara itu, Pantauan MNC Portal Indonesia di lokasi lahan 32,9 hektare terpampang spanduk penolakan dari warga. Terlihat bangunan usaha rumah makan hingga permukiman berdiri diatas lahan tersebut.
(Arief Setyadi )