"(Kalau yang di Bungkuk, kumpul pejuang) Kumpulnya di rumah saya di Jagalan, gemblengan juga di sana di Jagalan kumpulnya di situ. (Lokasi penggemblengan) nyebar di mana-mana, banyak memang yang ditokohkan yang mampu, bisa nyuwuk. Jadi orang bukan di tempat sini (di Bungkuk Singosari) saja, ada di tempat lain," jelasnya.
Perbekalan itu menjadi modal gerilyawan asal Malang dan sekitarnya. Mereka kemudian diberangkatkan ke Porong dari Malang untuk berperang di Surabaya. Jadi para pejuang juga tak sembarangan bertempur di medan peperangan.
"Dibekali berangkatnya nunggu, diangkut lagi ke front. Yang mati enggak pulang, yang masih hidup ya pulang orang gitu saja," ungkap pria yang juga penasihat Takmir Masjid Attohiriyah, Bungkuk, Singosari ini.
Namun harus diakui, kuatnya persenjataan tentara sekutu membuat pejuang dari Indonesia kewalahan. Alhasil pasukan Indonesia bisa dipukul mundur oleh tentara sekutu hingga keluar Surabaya. Bahkan tentara Sekutu, termasuk di dalamnya Belanda juga berusaha memukul mundur para pejuang hingga ke selatan Surabaya.
"Apa yang terjadi kemudian Belanda merangsak lagi sampai Lawang, Lawang itu bertahan lama, karena mau ke selatan itu susah, satu saat Belanda itu coba dari lawang Le Singosari itu gagal kenapa, pohon gede-gede itu dilupakan mobil tank enggak bisa lewat truk-truk enggak bisa lewat gagal," tuturnya.
(Erha Aprili Ramadhoni)