Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Pesta Demokrasi Bebas Hoax Untuk Pemilu Damai 2024

Opini , Jurnalis-Minggu, 26 November 2023 |21:34 WIB
Pesta Demokrasi Bebas Hoax Untuk Pemilu Damai 2024
Herik Kurniawan (Foto: Istimewa)
A
A
A

PADA Selasa 28 November 2023, masa kampanye Pemilu 2024 dimulai, pesta demokrasi memasuki tahapan berikutnya, tahapan yang lebih dinamis. Sebanyak 17 partai akan berjuang di 2.710 daerah pemilihan untuk sebanyak-banyaknya mendapat kepercayaan masyarakat menduduki 20.462 Kursi baik tingkat pusat, propinsi, maupun kabupaten/kotamadya.

Tiga pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden juga akan berlomba merebut hati rakyat untuk menggenggam kepemimpinan nasional. Namun waspada, hoax bisa menjadi batu sandungan demokrasi.

Masyarakat harus mendapat akses informasi objektif seluas luasnya, agar bisa memutuskan siapa yang harus dipilih. Di negara demokrasi, kedaulatan berada di tangan rakyat, untuk itu keputusan di balik bilik suara dalam Pemilu 2024 menjadi sangat strategis karena menentukan keberlanjutan pembangunan Indonesia dalam lima tahun ke depan. Menjadi lebih strategis lagi karena lima tahun ke depan ini adalah bagian penting dari langkah kokoh menuju tahun 2045, dimana Indonesia mencanangkan tahun keemasannya saat memasuki usia 100 tahun.

Media pers menjadi saluran informasi yang digunakan masyarakat untuk mendapatkan beragam informasi terkait Pemilu 2024. Peran media pers menjadi sangat penting karena, informasi di dalamnya dapat membentuk persepsi negative atau positif atas kontestan dalam Pemilu 2024, hingga menentukan pilihan yang diambil masyarakat di hari pemilihan.

Bagi para jurnalis, Pemilu 2024 menjadi salah satu ujian penting yang harus diselesaikan dengan sempurna. Jurnalis tidak netral, melainkan berpihak kepada kebenaran dan publik. Untuk menjaga komitmen ini, jurnalis harus menjaga independensinya. Independensi merupakan bagian tak terpisahkan dari kemerdekaan pers. Independensi hanya bisa tumbuh subur di tanah kemerdekaan pers. Kemerdekaan pers adalah kunci ketersediaan informasi bagi masyarakat.

Sesuai undang-undang Pers no 40 tahun 1999, para jurnalis diberikan hak istimewa untuk mengakses seluruh sumber-sumber berita. Tujuannya agar publik mendapat informasi lengkap, akurat, benar dan bermanfaat. Dengan hak istimewa ini, maka tidak ada alasan dan tidak boleh ada satu informasi bagi masyarakatpun yang lolos dari verifikasi, verifikasi, verifikasi, verifikasi dan verifikasi. Verifikasi adalah jaminan untuk menjaga kualitas karya jurnalistik yang haram menyebarkan berita bohong, salah, mengadu domba, fitnah dan berita yang bisa merugikan lainnya.

Regulasi pers harus dijaga setidaknya untuk melindungi tiga pihak, yakni: jurnalisnya itu sendiri, narasumber, dan publik dari informasi yang tidak bermanfaat apalagi menyesatkan. Dalam menjalankan tugasnya, jurnalis memang harus mahir berselancar di antara regulasi dan kepentingan publik, tujuannya agar hanya informasi berkualitas.

Bagi jurnalis, baik cetak, online, radio maupun televisi, tantangan di Pemilu 2024 semakin besar. Tentu saja, karena penyebaran informasi tidak lagi didominasi oleh para jurnalis dengan beragam media mainstreamnya. Saat ini, siapa saja bisa menyebarkan informasi apapun dengan modal smarftphone di tangannya. Situasi ini membuat peningkatan terus kompetensi dan kapasitas adalah sebuah keharusan yang tidak bisa ditawar lagi.

Jurnalis dengan media persnya, terikat kode etik dalam bekerja. Pelanggaran kode etik adalah hal fatal yang selalu dihindari oleh para jurnalis demi menjaga kepercayaan dan mengemban amanat publik. Dengan kode etik, kualitas karya jurnalistik menjadi lebih terjamin. Hal ini berbeda dengan mereka yang melakukan kerja jurnalistik, yakni merencanakan, mengumpulkan, dan menyebarkan informasi, namun bukan seorang jurnalis profesional yang bekerja di media pers. Mereka bisa dengan seenaknya menyebarkan informasi tanpa verifikasi. Informasi tanpa verifikasi bukan saja tidak lengkap dan akurat, tapi juga rawan salah interpretasi.

Dalam banyak kesempatan informasi bahkan diberi konteks yang tidak sesuai dengah kenyataannya, namun justru disesuaikan dengan kebutuhan si penyebar informasi. Dalam Pemilu, hal ini tentu sangat merugikan. Bukan saja berpeluang menjatuhkan tingkat elektabilitas, namun ada dampak yang jauh lebih membahayakan adalah adanya konflik horizontal. Situasi ini membuat kerja jurnalis menjadi lebih berat. Karena mereka dituntut untuk bekerja keras menjernihkan situasi dengan meluruskan informasi negative dengan menyebarkan informasi yang sesungguhnya.

Saat ini ada ratusan juta smartphone tersebar di 275 juta rakyat Indonesia. Ada ratusan juta akun media sosial juga yang dimiliki oleh masyarakat. Ini artinya ada ratusan juga potensi dampak positif dan negative bagi pelaksanaan Pemilu 2024 akibat informasi yang tersebar.

Jurnalis hanya salah satu elemen saja dari berbagai elemen penting yang perperan dalam menyukseskan Pemilu 2024 lewat penyebaran informasi relevan. Masyarakat dengan telepon genggamnya adalah kekuatan lain yang bisa berperan signifikan dalam menyukseskan Pemilu. Caranya dengan bijak dalam menyebarkan informasi. Dijerat dengan Undang Undang ITE akibat penyalahgunaan jagat maya, tidaklah seberapa dibanding dampak yang ditimbulkan oleh informasi salah, bohong, atau fitnah yang disebarkan. Demokrasi bisa tercederai. Jadi, mari bijaklah dalam bersosmed, karena Indoensia harus kita jaga bersama.

Penulis:

Herik Kurniawan, S.Sos., M.Ikom.

Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Pamulang

(Angkasa Yudhistira)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement