Dina Boluarte, yang pernah menjadi wakil presiden Castillo, memihak Kongres dan dilantik sebagai presiden baru untuk menjalani sisa masa jabatan Castillo.
Namun para pendukung Castillo turun ke jalan untuk menuntut pengunduran dirinya dan pergolakan selama berminggu-minggu pun terjadi di mana para demonstran memblokir jalan raya utama dan menduduki bandara.
Pemerintahan Boluarte mengerahkan pasukan keamanan untuk memulihkan ketertiban dan mencabut blokade, yang telah menyebabkan ribuan wisatawan terdampar, melumpuhkan perdagangan dan menyebabkan kekurangan makanan dan bahan bakar di beberapa daerah.
Menurut Kantor Ombudsman Peru, setidaknya 49 pengunjuk rasa dan orang yang berada di sekitar tewas sejak Desember 2022 hingga Februari 2023 dalam bentrokan dengan pasukan keamanan.
Banyak dari jenazah tersebut mengalami luka tembak, yang menurut kelompok hak asasi manusia disebabkan oleh senjata yang ditembakkan oleh pasukan keamanan.
Dalam sebuah laporan yang diterbitkan pada bulan Mei, Komisi Hak Asasi Manusia Antar-Amerika (IACHR) menyimpulkan bahwa penggunaan kekuatan yang tidak proporsional, tidak pandang bulu, dan mematikan merupakan elemen utama dalam respons negara terhadap protes tersebut.
Jaksa Agung Patricia Benavides meluncurkan penyelidikan atas kematian para pengunjuk rasa pada awal Januari lalu. Namun pengaduan yang dia ajukan pada Senin (27/11/2023) adalah tuduhan pertama yang diajukan terhadap pemerintah atas bentrokan tersebut.
Benavides mengatakan dalam pidatonya di TV pada Senin (27/11/2023) bahwa dia telah mengajukan "pengaduan konstitusional" terhadap Presiden Boluarte, dan Perdana Menteri (PM), Luis Alberto Otárola, dengan menuduh mereka melakukan pembunuhan.