DOHA - Menteri Luar Negeri Yordania mengklaim Israel tidak dapat mencapai kemenangan militer di Gaza dan telah menderita kekalahan strategis dengan mengasingkan seluruh wilayah.
Berbicara pada Minggu, (10/12/2023) di Forum Doha – pertemuan tahunan para diplomat di ibukota Qatar – Ayman Safadi mengatakan tujuan operasi Israel melawan Hamas adalah untuk mengusir penduduk Palestina daripada mengalahkan kelompok militan tersebut.
Kehancuran di Gaza selama dua bulan terakhir “merupakan indikasi kebijakan Israel yang tampaknya bertekad untuk mengusir penduduk” di daerah kantong tersebut, katanya, seraya menambahkan bahwa para pejabat tinggi Israel, termasuk Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir dan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, cukup berterus terang tentang niat itu.
Safadi mengangkat pemungutan suara pada Jumat, (8/12/2023) di Dewan Keamanan PBB, di mana Amerika Serikat (AS) memveto proposal negara-negara Arab yang mendesak gencatan senjata kemanusiaan di Gaza. Ini adalah satu-satunya pemungutan suara yang menentang, dengan Inggris, sekutu utama Amerika, menjadi satu-satunya anggota dari 15 negara anggota yang abstain.
Diplomat utama Yordania mencatat bahwa meskipun ada veto, Washington secara terbuka menyerukan Israel untuk mengubah taktik militernya.
“Sederhananya, Israel menentang semua orang – sekutunya, hukum internasional, dan PBB,” katanya sebagaimana dilansir RT. “Israel telah menciptakan sejumlah kebencian yang akan menghantui kawasan ini, dan itu akan menentukan generasi mendatang. Hal ini merugikan rakyatnya sama besarnya dengan dampaknya terhadap semua orang di kawasan ini.”
“Ini adalah perang yang tidak bisa dimenangkan oleh Israel. Israel telah mengalami kekalahan strategis.”
Menteri tersebut menyalahkan pendudukan Israel di wilayah Palestina dan hambatan sistematis terhadap pembentukan negara Palestina sebagai akar penyebab permusuhan.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, yang menghadiri acara di Qatar melalui tautan video, mengatakan bahwa AS telah memblokir beberapa proposal gencatan senjata di Gaza di PBB. Dia menyebut status negara Palestina yang belum terselesaikan sebagai “satu-satunya faktor paling berbahaya yang memicu ekstremisme di Timur Tengah.”
Israel melancarkan kampanye militernya di Gaza setelah pejuang Hamas menerobos tembok perbatasan pada 7 Oktober dan menyerbu beberapa permukiman dan pangkalan militer di Israel selatan. Para pejabat Israel mengatakan lebih dari 1.200 orang tewas akibat serangan tersebut.
Jumlah korban tewas di Gaza mencapai lebih dari 17.700 pada Minggu, sebagaimana diperbarui oleh kementerian kesehatan setempat. Sekitar dua pertiga warga Palestina yang terbunuh adalah perempuan dan anak-anak, kata laporan itu.
(Rahman Asmardika)