Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Kisah Kerajaan Sriwijaya Jadi Pusat Pengembangan Internasional Dua Agama

Avirista Midaada , Jurnalis-Selasa, 09 Januari 2024 |07:00 WIB
Kisah Kerajaan Sriwijaya Jadi Pusat Pengembangan Internasional Dua Agama
Illustrasi (foto: dok Okezone)
A
A
A

KERAJAAN Sriwijaya menjadi pusat dari dua agama tua di dunia. Tak hanya menjadi pusat agama saja, perkembangan agama Buddha dan Hindu di masa Kerajaan Sriwijaya dilakukan berseiringan di masa pemerintahan Sri Culamaniwarman, yang mengaku drinya dari keluarga Sailendra.

Bahkan di masa itu sekitar abad 11, Kerajaan Sriwijaya menjelma sebagai pusat pengajaran agama Budha bertaraf internasional. Sri Culamaniwarman bertahta dan menjalin hubungan dengan Cina dan Cola, untuk menghadapi serangan dari Pulau Jawa.

Pada masa pemerintahan Cūlāmaniwarman ini, pendeta Dharmakrti salah seorang pendeta tertinggi di Suwarnadwipa dan tergolong ahli pada masa itu, menyusun kritik tentang Abhisamayalandara sebuah kitab ajaran agama Buddha. Kemudian dari tahun 1011 hingga 1023 seorang biksu dari Tibet bernama Atisa datang ke Suwarnadwipa untuk belajar agama kepada Dharmakrti.

Dikutip dari "Sejarah Nasional Indonesia II : Zaman Kuno", Kerajaan Sriwijaya ternyata tidak hanya mengembangkan agama Buddha saja. Sebab ada bukti yang menunjukkan perkembangan agama Hindu pada kira-kira abad VIII-IX M. Bukti tersebut adalah arca Ganesa batu berukuran besar yang ditemukan di kota Palembang pada tahun 80-an.

Diperkirakan perkembangan agama Hindu ini masih berlanjut sampai kira-kira abad XI- XII M, seperti tampak pada situs Bumiayu, Kabupaten Muara Enim, yang memiliki sejumlah reruntuhan kompleks percandian. Bahkan dari berita Cina kita memperoleh keterangan bahwa pada tahun 1003 raja Se-li-chu-la-wu-ni-fu-ma-tiau-hwa atau nama lain dari Sri Cūlāmaniwarmadewa, mengirim dua utusan ke Cina untuk membawa upeti.

Mereka mengatakan bahwa di negaranya didirikan sebuah bangunan suci agama Buddha untuk memuja, agar kaisar panjang umur. Mereka memohon agar kaisar memberikan nama dan genta. Bangunan suci itu kemudian diberi nama Cheng-tien-wa-shou.

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement