Berbeda dengan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC), ICJ tidak dapat mengadili individu atas kejahatan seperti genosida, namun pendapatnya berpengaruh pada PBB dan lembaga internasional lainnya.
“Penentangan kami terhadap pembantaian rakyat Gaza yang sedang berlangsung telah mendorong kami sebagai negara untuk mendekati ICJ,” terang Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa pada Rabu (10/1/2024).
Presiden Israel Isaac Herzog menyebut tuduhan tersebut “keji dan tidak masuk akal”.
“Kami akan berada di Mahkamah Internasional dan dengan bangga kami akan menyampaikan kasus kami mengenai penggunaan pertahanan diri di bawah hukum humaniter,” katanya.
Dia menambahkan bahwa tentara Israel melakukan yang terbaik dalam keadaan yang sangat rumit di lapangan untuk memastikan bahwa tidak akan ada konsekuensi yang tidak diinginkan dan tidak ada korban sipil.
Caroline Glick, mantan penasihat Netanyahu, mengatakan kasus ini merupakan "penghinaan terhadap konsep dasar moralitas dan kewajaran".
Zane Dangor, direktur jenderal departemen hubungan dan kerja sama internasional Afrika Selatan, mengatakan kepada program Africa Daily BBC bahwa tuduhan genosida terhadap Israel adalah tuduhan yang kuat dan bukanlah tuduhan yang tidak berdasar. Dia menggambarkan kasus Afrika Selatan sebagai kasus yang “sangat teliti”.
Meskipun mengutuk serangan Hamas pada tanggal 7 Oktober, ia mengatakan tidak ada yang “dapat membenarkan tingkat pembunuhan” yang terjadi di Gaza.
ICJ bisa saja mengambil keputusan cepat atas permintaan Afrika Selatan agar Israel menghentikan kampanye militernya. Namun keputusan akhir mengenai apakah Israel melakukan genosida bisa memakan waktu bertahun-tahun.
Afrika Selatan sangat kritis terhadap operasi militer Israel di Gaza, dan Kongres Nasional Afrika yang berkuasa memiliki sejarah panjang solidaritas terhadap perjuangan Palestina.
Hal ini sejalan dengan perjuangan mereka melawan apartheid, sebuah kebijakan segregasi dan diskriminasi rasial yang diterapkan oleh pemerintah minoritas kulit putih di Afrika Selatan terhadap mayoritas kulit hitam di negara tersebut, hingga pemilu demokratis pertama pada 1994.
(Susi Susanti)