Pada Senin (22/1/2024) malam, ibu Ghobadlou mengajukan permohonan emosional melalui rekaman video kepada keluarga polisi yang dihukum karena pembunuhannya, meminta mereka untuk tidak menerapkan hukuman "qisas", atau pembalasan yang setimpal.
Dia sebelumnya mendesak pengadilan untuk mempertimbangkan bahwa putranya telah didiagnosis menderita gangguan bipolar saat remaja dan telah berhenti minum obat dua bulan sebelum protes, sehingga mengurangi tanggung jawabnya.
Pengacara Ghobadlou, Amir Raesian, menulis di X pada Senin (22/1/2024) malam bahwa eksekusi tersebut ilegal dan sama dengan "pembunuhan". Dia berargumen bahwa Mahkamah Agung pada bulan Juli telah membatalkan hukuman mati karena kondisi kesehatan mental kliennya.
Namun, Mizan melaporkan bahwa klaim Raesian tidak benar, dan mengatakan bahwa Mahkamah Agung telah dua kali menolak permohonan banding tersebut.
Amnesty International mengatakan tahun lalu bahwa Ghobadlou telah menerima dua hukuman mati setelah pengadilan palsu yang sangat tidak adil dan dirusak oleh 'pengakuan' yang tercemar penyiksaan dan kegagalan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan mental yang ketat meskipun ia memiliki cacat mental.
Menurut informasi yang diperoleh oleh kelompok hak asasi manusia, dia tidak diberi akses ke pengacara oleh penyelidik setelah penangkapannya dan dia menjadi sasaran pemukulan berulang kali dan tidak diberikan pengobatan bipolar untuk memaksakan "pengakuannya".
Dia dilaporkan tidak mendapatkan pengacara yang dipilih secara independen dalam persidangannya di hadapan Pengadilan Revolusi, yang terdiri dari dua sesi singkat pada Oktober dan November 2022. Pada dua sesi persidangan di Pengadilan Kriminal pada bulan Desember itu, pengacara yang dia tunjuk tidak diberi akses terhadap bukti material.
Mahmood Amiry-Moghaddam, direktur kelompok Hak Asasi Manusia Iran yang berbasis di Norwegia, mengecam eksekusi Ghobadlou sebagai “pembunuhan di luar proses hukum”.
“Pemimpin Republik Islam Ali Khamenei dan lembaga peradilannya harus bertanggung jawab atas kejahatan ini,” tulisnya di X, sebelumnya Twitter.
Setelah mengetahui bahwa eksekusi akan segera dilakukan, aktivis hak asasi manusia yang dipenjara dan pemenang Hadiah Nobel Perdamaian Narges Mohammadi meminta masyarakat Iran untuk menyatakan solidaritas mereka terhadap keluarga Ghobadlou.
"Eksekusi Ghobadlou adalah tindakan pembunuhan yang disengaja & kejahatan & dalam menghadapi pembunuhan, diam adalah pengkhianatan," tulisnya dalam postingan di akun Threads yang dijalankan oleh kerabatnya.
"Jangan tinggalkan keluarga Mohammad sendirian. Mari kita berdiri bersama mereka malam ini. Siapa pun dengan cara apa pun, teriakkan: 'Jangan eksekusi!',” tegasnya.
(Susi Susanti)