Akan tetapi PETA dibubarkan seiring menyerahnya Jepang pada sekutu. Pasca-Proklamasi 17 Agustus 1945, Soedirman meleburkan dirinya ke Badan Keamanan Rakyat (BKR, cikal bakal TKR/TNI) di Banyumas dengan pangkat kolonel.
Torehan prestasi pertamanya adalah salah satu perwira tentara republik, adalah sanggup mengklaim sejumlah senjata Jepang setelah melakukan pelucutan tanpa pertumpahan darah di Banyumas. Pelucutan damai yang termasuk jumlahnya sedikit jika dibandingkan dengan beberapa tempat lain dengan cara kekerasan.
Kemudian nama Soedirman semakin meroket pasca-Pertempuran Ambarawa 12-15 Desember 1945. Walaupun bekas dididik di kemiliteran PETA bentukan Jepang, dia tak serta-merta selalu menggunakan taktik Jepang.
Dalam Pertempuran Ambarawa menghajar Inggris, Soedirman mengombinasikan taktik modern dengan taktik klasik Kerajaan Majapahit. Jadilah dia menggagas taktik “Supit Urang”. Taktik menekan, menjepit dan menggempur lawan dengan serentak dari berbagai sektor.
Soedirman meninggal pada 29 Januari 1950 dalam usia 34 tahun, karena penyakit TBC yang dideritanya tidak kunjung pulih.
(Salman Mardira)