RUSIA – Presiden Rusia Vladimir Putin harus menghadapi penyelidikan kejahatan perang atas serangan brutal Moskow di Mariupol, Ukraina, Serangan ini menyebabkan ribuan orang tewas, banyak bangunan hancur dan diikuti dengan kampanye Russifikasi yang meluas.
Hal ini diungkapkan Human Rights Watch (HRW) dalam sebuah laporan baru yang menganalisis kehancuran yang terjadi di kota Ukraina.
Badan pengawas internasional tersebut menemukan bahwa pengepungan Rusia terhadap kota tersebut pada 2022 melibatkan penargetan berulang-ulang dan penghancuran bangunan dan infrastruktur sipil, yang merupakan pelanggaran nyata terhadap hukum kemanusiaan internasional.
Diperkirakan sekitar 8.000 orang tewas akibat langsung dari pertempuran tersebut, sebagian berdasarkan tinjauan citra satelit, foto dan video kuburan di kota tersebut, namun dicatat bahwa angka tersebut merupakan perkiraan konservatif.
Laporan setebal 215 halaman tersebut, berdasarkan penelitian yang dilakukan selama hampir dua tahun bersama dengan kelompok hak asasi manusia Ukraina Truth Hounds, merinci upaya pihak berwenang Rusia untuk menghapus budaya Ukraina dari kota tersebut sejak direbut, membatasi pergerakan warga Ukraina dan menerapkan kebijakan pro-Narasi Kremlin di sekolah dan ruang publiknya.
Pasukan Rusia mengepung Mariupol dalam beberapa hari setelah invasi besar-besaran ke Ukraina pada Februari 2022, sebelum melancarkan pemboman selama berbulan-bulan untuk menghancurkan perlawanan militer Ukraina yang keras kepala.
Kota yang terletak di Laut Azov di tenggara Ukraina ini menjadi saksi pertempuran paling intens dan kejam dalam perang tersebut.
“Itu adalah serangan yang kejam dan menghancurkan; orang-orang yang kami wawancarai yang berhasil melarikan diri menggambarkan periode itu sebagai neraka,” terang Ida Sawyer, Direktur divisi krisis dan konflik HRW, kepada CNN.
“Kami melihat ini sebagai salah satu babak terburuk dari invasi Rusia ke Ukraina,” katanya.
“Kami berharap proyek ini dapat membantu memastikan adanya keadilan,” lanjutnya.
Laporan tersebut menelusuri penghancuran ribuan bangunan yang dilakukan pasukan Rusia, termasuk ratusan blok apartemen bertingkat tinggi dan infrastruktur sipil seperti rumah sakit, sekolah, dan universitas.
Ia juga mengidentifikasi 17 unit militer dan garda nasional khusus Rusia atau yang berafiliasi dengan Rusia yang beroperasi di kota itu selama puncak pertempuran pada bulan Maret dan April 2022, serta tokoh-tokoh senior yang dikatakan mungkin memikul tanggung jawab pidana.
“Jelas bahwa pejabat tingkat senior hingga Presiden Putin mengetahui situasi di Mariupol, dan tampaknya terlibat langsung dalam perencanaan dan koordinasi serangan terhadap kota tersebut,” tambahnya.
Putin sudah menjadi subjek surat perintah penangkapan atas kejahatan perang dari Pengadilan Kriminal Internasional (ICC), yang menyatakan bahwa presiden Rusia memikul tanggung jawab individu atas penculikan dan deportasi anak-anak Ukraina ke Rusia secara tidak sah.
Laporan HRW merekomendasikan agar dia dan komandan tinggi lainnya diselidiki dan dituntut secara hukum atas peran mereka dalam kejahatan perang yang berkaitan dengan kampanye di Mariupol, atas serangan yang melanggar hukum dan kemungkinan pemblokiran bantuan kemanusiaan dan evakuasi secara sewenang-wenang.
“Meskipun ada tantangan dalam menyelidiki kejahatan perang di wilayah yang tidak dapat diakses oleh pendudukan Rusia, kami dan mitra kami telah menghabiskan hampir dua tahun untuk mengungkap kebenaran tentang kejahatan mengerikan yang dilakukan oleh pasukan Rusia di Mariupol,” ujar Roman Avramenko, Direktur eksekutif Truth Hounds, dalam sebuah pernyataan.
Laporan tersebut memperingatkan bahwa jumlah korban tewas sebenarnya mungkin jauh lebih tinggi dari perkiraan 8.000, mengingat banyak jenazah yang terkubur di bawah reruntuhan atau di kuburan darurat yang berisi banyak jenazah.
Penulis penelitian ini melakukan wawancara terhadap 240 orang, yang sebagian besar merupakan pengungsi warga Mariupol, dan menganalisis catatan lokal, citra satelit, dan foto untuk mencapai kesimpulan.
Mariupol menjadi simbol perlawanan Ukraina selama serangan Rusia yang tiada henti, karena Moskow menjadikan perebutan kota tersebut sebagai salah satu prioritas utamanya pada bulan-bulan pertama perang.
(Susi Susanti)