Namun para kritikus di dunia maya mengecam tindakan yang menggunakan wajah dan suara orang mati, terutama untuk propaganda politik. “Ini adalah keadaan negara kita saat ini, menghidupkan kembali diktator yang sudah mati untuk membodohi dan menakut-nakuti kita dalam memilih,” tulis salah satu warga Indonesia di X.
“Sejak kapan membuat deepfake dari orang mati menjadi hal yang etis? Rasanya salah secara moral,” kata yang lain.
Dunia online memainkan peran besar dalam politik Indonesia. Di negara dengan salah satu tingkat penggunaan internet tertinggi di dunia, hampir semua partai politik dan politisi mempertahankan kehadirannya yang kuat di media sosial untuk mengumpulkan pengikut dan pengaruh.
“Deepfake dapat sangat mempengaruhi pemilu, cara kampanye dilakukan, serta hasilnya,” kata Golda Benjamin, manajer kampanye Asia Pasifik di Access Now, sebuah organisasi nirlaba hak digital AS.
“Bahayanya terletak pada seberapa cepat penyebarannya. Deepfake dapat dengan mudah menjangkau jutaan orang dalam hitungan detik, mempengaruhi dan memanipulasi (jutaan) pemilih,” lanjutnya.
Menjelang pemungutan suara tahun ini, para pengamat mengatakan kepada CNN bahwa banyak partai besar telah beralih ke AI dan menggunakan berbagai macam deepfake untuk keuntungan politik.
Mereka mengatakan video Soeharto yang diproduksi Golkar hanyalah satu dari lusinan video yang ditampilkan dalam kampanye resmi partai.
Menyusul kritik publik, tim kampanye calon presiden tiga kali, Prabowo Subianto, yang juga menjabat sebagai Menteri Pertahanan Indonesia saat ini, mengaku menggunakan perangkat lunak AI untuk melakukan perubahan animasi yang lucu di TikTok kepada pemimpin mereka untuk menarik pemilih muda. Masyarakat Indonesia berusia 40 tahun ke bawah yang berjumlah sekitar 114 juta pemilih, yang merupakan mayoritas pemilih.
Dalam video lain yang menuai kritik keras, anak-anak yang dihasilkan oleh AI digunakan oleh partai tersebut dalam iklan TV untuk melanggar peraturan yang melarang anak-anak tampil dalam kampanye politik.
“Teknologi yang digunakan sangat maju. Kita dapat memahami jika beberapa orang salah mengira (anak-anak) sebagai karakter nyata,” kata Budisatrio Djiwandono, keponakan Prabowo dan juru bicara Partai Gerindra yang beraliran nasionalis sayap kanan, dalam sebuah pernyataan setelah iklan tersebut ditayangkan.
(Susi Susanti)