JAKARTA - Pada dasarnya selalu terdapat perbedaan pengertian 1 Ramadhan dan 1 Syawal di Indonesia setiap tahunnya hingga saat ini. Hal ini mungkin tidak akan pernah digabungkan ke depannya yang mungkin disebabkan oleh perbedaan prinsip pemahaman.
Melansir sumber lain, yang menyebabkan perbedaan penerapannya, ada yang merujuk pada pendapat wujudul hilal berdasarkan Hisab (bulan berada di atas ufuq) dan ada juga yang merujuk pada pendapat Rukyatul hilal (bulan berada di atas ufuq).
Menurut aturan Imkanur Rukyah, dan cara utama memulai Ramadhan dan Syawal untuk menentukan awal bulan setiap tahun khususnya di Indonesia adalah saat jatuhnya hasil Ijtihad.
Rukyatul Hilal merupakan kriteria yang digunakan untuk menentukan awal bulan penanggalan Hijriah dengan pengamatan langsung terhadap bulan sabit. Jika hilal (bulan lunar) tidak terlihat, maka bulan (kalender) penuh (istima) 30 hari. Kriteria ini berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW:
"Puasa karena melihat bulan sabit dan berbuka karena melihat bulan sabit, jika terhalang maka lakukanlah (istikmal)".
Kriteria ini digunakan di Indonesia oleh Nahdlatul Ulama (NU) dengan dalih mengikuti Sunnah Nabi dan Para Sahabat serta mengikuti ijtihad ulama empat mazhab. Namun perhitungan tersebut tetap digunakan meskipun hanya sebagai alat bantu dan bukan sebagai penentu awal bulan Hijriah.
Wujudul Hilal adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah dengan menggunakan dua asas yaitu Ijtimak (penyatuan) terjadi sebelum matahari terbenam (ijtima' qablal qhurub) dan bulan terbenam setelah matahari terbenam (moon after sunset), maka sore hari itu dinyatakan sebagai awal bulan (kalender) Hijriyah, berapa pun ketinggian Bulan saat terbenamnya matahari.