JAKARTA - Perdana Menteri Mohammad Hatta yang merangkap Menteri Pertahanan pernah melakukan langkah politis yang menimbulkan pergolakan di lingkungan tentara Indonesia. Saat itu Bung Hatta menerapkan rasionalisasi dan reorganisasi (ReRa) di tubuh tentara (TNI).
Hatta melihat jumlah angkatan perang Indonesia sebanyak 463.000 orang tidak sebanding dengan kekuatan anggaran negara. Negara, menurut Hatta, tidak memiliki anggaran belanja untuk gaji para prajurit sebanyak itu. Bung Hatta berpandangan bahwa jumlah tentara yang ada kurang efektif dan efisien.
“Dengan memperkecil angkatan perang, kemudian menyusunnya (melalui reorganisasi tentara), Hatta percaya bahwa efektivitas mereka akan bertambah,” demikian dikutip dari buku ‘Orang-orang di Persimpangan Kiri Jalan’ (1997).
Kebijakan Hatta yang didasarkan pada Perpres Nomor 9 dan Nomor 14 tahun 1948 menjadikan komando tentara tinggal dua, yakni Komando Jawa dan Komando Sumatera. Kebijakan ReRa juga berlaku pada Kementerian Pertahanan dan Markas Besar Angkatan Perang.
Jenderal Sudirman ditunjuk sebagai Panglima Besar Angkatan Perang Mobil dengan Mayor Jenderal Nasution sebagai wakilnya. Pada Kementerian Pertahanan dibentuk Staf Umum Angkatan Perang.
“Dengan perubahan tersebut pucuk pimpinan TNI dan Gabungan Kepala Staf dibubarkan,” demikian dikutip dari buku itu.
BACA JUGA:
Pada 15 Mei 1948 sebanyak tujuh divisi tentara di Jawa dilebur menjadi dua divisi ditambah Kesatuan Reserve Umum (tentara cadangan).
Sejurus kemudian pangkat-pangkat prajurit di ketentaraan diatur ulang. Pangkat-pangkat diturunkan setingkat agar antara pangkat jabatan dan pangkat menjadi seimbang.
“Sejumlah perwira diberhentikan dari jabatannya dan diangkat sebagai perwira cadangan (opsir reserve)”.
Kebijakan ReRa Hatta membuat TNI Masyarakat yang merupakan kelanjutan dari Biro Perjuangan dibubarkan. Alhasil FDR (Front Demokrasi Rakyat) yang paling keras menentang.
Gubernur Militer Daerah Militer Surakarta di bawah Wikana seorang tokoh kiri, ditiadakan. Tugas-tugasnya diambil alih Dewan Pertahanan Daerah Surakarta. Kelak, FDR (Front Demokrasi Rakyat) bersama PKI melancarkan pemberontakan Madiun pada 18 September 1948.